SOALINDONESIA–JAKARTA Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, bertemu dengan sejumlah ekonom yang tergabung dalam Aliansi Ekonom Indonesia (AEI) pada Jumat (12/9). Pertemuan ini berlangsung selama dua jam dan membahas berbagai tantangan serta arah kebijakan ekonomi nasional.
AEI, yang beranggotakan 383 ekonom dan akademisi, sebelumnya menilai ekonomi Indonesia berada dalam kondisi darurat, meski pada kuartal II 2025 tercatat tumbuh 5,12 persen.
“Selama dua jam lamanya, kami berdialog secara terbuka untuk mendengar paparan AEI terkait tantangan dan arah kebijakan ekonomi nasional,” tulis Luhut melalui akun Instagram pribadinya, @luhut.pandjaitan.
Masukan Ekonom: Deregulasi dan Penyederhanaan Birokrasi
Dalam dialog tersebut, Luhut menerima sejumlah masukan, terutama terkait deregulasi kebijakan dan penyederhanaan birokrasi yang dinilai masih menjadi hambatan dalam menciptakan iklim usaha dan investasi.
“Saya dan tentunya seluruh tim @dewanekonomi.id merasa bahwa masukan seperti itu sangat berharga. Karena memang pemerintahan Presiden @prabowo sedang fokus memperkuat fondasi ekonomi melalui deregulasi untuk mendorong penciptaan lapangan kerja, serta digitalisasi sistem perizinan melalui OSS,” ujar Luhut.
Digitalisasi untuk Penerimaan Negara dan Bansos
Selain mendengarkan masukan, Luhut juga memaparkan upaya pemerintah memperkuat penerimaan negara melalui digitalisasi. Salah satunya, digitalisasi penyaluran bantuan sosial (bansos) yang akan segera dijalankan sebagai proyek percontohan.
“Dengan sistem yang lebih transparan, bantuan akan lebih tepat sasaran, anggaran lebih efisien, dan masyarakat benar-benar merasakan manfaatnya,” jelasnya.
AEI: Ekonomi RI Sedang Tidak Baik-Baik Saja
Sebelumnya, AEI menyatakan kualitas hidup masyarakat di berbagai lapisan mengalami penurunan. Mereka juga menilai kondisi darurat ekonomi Indonesia tidak muncul tiba-tiba, melainkan hasil akumulasi panjang dari ketidakadilan sosial.
“Walau ada tekanan dari guncangan global, kondisi di Indonesia ini tidak terjadi tiba-tiba, melainkan akumulasi berbagai proses bernegara yang kurang amanah,” tulis AEI dalam keterangan tertulis, Selasa (9/9).
Aliansi yang di antaranya diisi nama ekonom Yose Rizal Damuri, Wijiyanto Samirin, Vivi Alatas, dan Teuku Riefky itu menilai narasi pemerintah yang sering membanggakan pertumbuhan 5 persen tidak sepenuhnya mencerminkan realitas di lapangan.
Harapan Kolaborasi
Luhut berharap pertemuan dengan para ekonom dapat rutin digelar sehingga setiap rekomendasi yang disampaikan kepada Presiden Prabowo benar-benar berbasis data dan kajian mendalam.
“Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan para pemikir bangsa menjadi kunci untuk memastikan pembangunan ekonomi yang tidak hanya tangguh menghadapi gejolak global, tetapi juga berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkas Luhut.