SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Agama Nasaruddin Umar hari ini secara resmi meluncurkan buku terbaru terbitan Kementerian Agama bertajuk Tafsir Ayat-Ayat Ekologi: Membangun Kesadaran Ekoteologis Berbasis Al-Qur’an.
Buku ini hadir sebagai respon keagamaan terhadap krisis iklim global yang kian mengkhawatirkan, serta sebagai panduan spiritual dalam menjaga dan merawat alam semesta.
Peluncuran berlangsung di Gedung Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal (BQMI), Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta. Karya ini disusun oleh tim Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) dan dapat diakses secara daring melalui pustakalajnah.kemenag.go.id.
Ekologi Sebagai Ayat Makrokosmos
Dalam sambutannya, Menag Nasaruddin menegaskan bahwa pelestarian alam bukan sekadar tanggung jawab ekologis, tapi juga spiritual. Ia menyebut bahwa alam merupakan bagian dari ayat-ayat Allah yang perlu dimuliakan sebagaimana ayat-ayat dalam Al-Qur’an.
“Alam adalah segala sesuatu selain Allah. Jika Al-Qur’an adalah kumpulan ayat mikrokosmos, maka alam semesta adalah kumpulan ayat makrokosmos. Keduanya adalah ayat-ayat Allah yang sama-sama suci,” ujar Nasaruddin.
Karena itu, kata Menag, setiap tindakan terhadap alam harus dilakukan atas nama Tuhan. Ia menggarisbawahi pentingnya membaca bismillāhirraḥmānirraḥīm sebelum menebang pohon, menyembelih hewan, atau mengolah bumi.
“Alam diciptakan oleh Zat yang Maha Suci, maka ia juga memiliki kesucian. Menyentuhnya harus dimulai dengan bismillah—bukan dengan keserakahan manusia,” tegasnya.
Krisis Lingkungan Berakar pada Krisis Spiritual
Menag juga menyoroti bahwa kerusakan lingkungan tidak hanya disebabkan oleh faktor teknologi atau ekonomi, melainkan krisis spiritual yang lebih dalam.
“Tanpa arah spiritual, manusia bisa lebih hina daripada binatang. Kerusakan ekologi terjadi karena manusia kehilangan panduan ruhani,” ujarnya.
Dalam konteks ini, tafsir ekoteologi menjadi kontribusi penting Indonesia bagi dunia. Menag menyebut buku ini sebagai “bayi kecil” yang diharapkan dapat tumbuh menjadi karya besar yang mampu memengaruhi pemikiran global.
“Obsesi kita bukan hanya menerapkan ekoteologi di Indonesia, tapi menjadikan dunia tunduk pada gagasan besar ekoteologi dari Indonesia,” katanya.
Implementasi ke Kurikulum dan Kulliyatul Khams
Sebagai langkah lanjutan, Menag meminta agar buku ini tidak berhenti sebagai karya ilmiah semata, tapi juga diimplementasikan dalam dunia pendidikan keagamaan.
“Saya minta agar buku ini diterjemahkan ke dalam kurikulum. Kita bisa mengembangkan fikih lingkungan, ushul fiqh lingkungan, bahkan menambahkan kulliyatul khams dengan prinsip baru: hifzhul bī’ah (menjaga lingkungan),” jelasnya.
Dukungan dari Lembaga dan Tokoh Agama
Peluncuran ini turut dihadiri oleh sejumlah tokoh dan pejabat, antara lain:
Kepala Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM Kemenag, M. Ali Ramdhani
Dirjen Bimas Islam, Abu Rokhmad
Dirjen Bimas Kristen, Jeane Marie Tulung
Dirjen Bimas Buddha, Supriyadi
Atase Kedutaan Arab Saudi, Syaikh Ahmad bin Isa Al-Hazimi
Kepala LPMQ, Abdul Azis Shidqi
Pejabat eselon II Kemenag
Kepala Biro Humas dan Komunikasi Publik, Thobib Al-Asyhar
Dalam kesempatan itu, Prof. Dr. M. Ali Ramdhani menyampaikan bahwa peluncuran buku ini sejalan dengan visi moderasi beragama dan menjadi tonggak penting dalam mengembangkan kesadaran ekoteologis di Indonesia.
“Relasi manusia dan lingkungan bukan relasi eksploitasi, tetapi amanah. Buku ini adalah kontribusi nyata dalam khazanah tafsir Al-Qur’an Indonesia dan kesadaran ekologis global,” jelasnya.
Konteks Global: Krisis Iklim Semakin Mendesak
Peluncuran Tafsir Ayat-Ayat Ekologi hadir di tengah kondisi krisis iklim yang makin parah. Laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) tahun 2023 mencatat bahwa suhu global telah naik lebih dari 1,1°C sejak era pra-industri. Akibatnya, dunia kini menghadapi cuaca ekstrem, krisis pangan, dan kepunahan keanekaragaman hayati.
Di Indonesia, data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat bahwa sepanjang 2024, lebih dari 175 ribu hektar hutan hilang—salah satu laju kehilangan hutan tercepat di dunia.
Dalam konteks ini, kehadiran perspektif ekoteologi Islam yang ditawarkan Kemenag menjadi sangat relevan. Islam tidak hanya menempatkan alam sebagai objek, tetapi sebagai bagian dari ciptaan Tuhan yang memiliki nilai intrinsik dan fungsi spiritual.
Akses Buku
Buku Tafsir Ayat-Ayat Ekologi dapat diunduh secara gratis melalui situs resmi Pustaka Lajnah: https://pustakalajnah.kemenag.go.id