SOALINDONESIA–JAKARTA Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI, Dante Saksono Harbuwono, menegaskan bahwa pengembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) di sektor kesehatan akan membawa dampak positif, khususnya bagi penyandang disabilitas.
“Bukan mungkin lagi, pasti akan memudahkan penyandang disabilitas untuk mengakses layanan kesehatan,” ujar Dante kepada Disabilitas Liputan6.com dalam acara Indonesia Healthcare AI Hackathon 2025, yang digelar di Gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta, pada Senin (13/10/2025).
Sistem Kesehatan Inklusif Jadi Tujuan Utama
Ajang Indonesia Healthcare AI Hackathon 2025 digelar sebagai upaya membangun sistem kesehatan nasional yang lebih inklusif, efisien, dan berbasis teknologi. Menurut Dante, forum ini menjadi wadah strategis untuk mengembangkan berbagai inovasi AI di bidang diagnosis dan penanganan penyakit utama di Indonesia.
“Ini adalah salah satu forum untuk melihat dan melakukan terobosan secara teknologi AI untuk beberapa penyakit yang penting di Indonesia,” ujarnya.
Dante menjelaskan, kondisi geografis Indonesia dengan lebih dari 17.000 pulau menjadikan pembangunan fasilitas kesehatan secara konvensional tidaklah mudah. Oleh karena itu, penggunaan AI menjadi solusi strategis untuk menjawab tantangan tersebut.
“Sehingga, dibuatlah beberapa modalitas yang dapat mendukung supaya akselerasi antar rujukan ini bisa berjalan dengan baik. Salah satunya adalah dengan menciptakan model AI untuk layanan kesehatan,” jelasnya.
Fokus Penanganan 5 Penyakit Prioritas
Untuk tahun ini, Kementerian Kesehatan memfokuskan penggunaan AI pada lima bidang penyakit prioritas, yaitu:
Stroke
Stunting
Diabetes
Penyakit jantung vaskuler
Tuberkulosis (TBC)
“Dengan menggunakan teknologi AI, kita harapkan penanganan kasusnya lebih mudah, diagnosisnya lebih intensif lagi, sehingga kita bisa mendaftarkan data real di seluruh Indonesia,” kata Dante.
Inovasi Gen Z dan Sinergi dengan SatuSehat
Dante menyebut bahwa ajang hackathon ini mendapat respons yang luar biasa dari masyarakat, terutama kalangan muda. Dari target awal hanya 10 peserta, tercatat sebanyak 278 inovator mendaftar dengan ide-ide pemanfaatan AI di bidang kesehatan.
“Ajang ini digelar untuk mempertemukan berbagai terobosan inovasi, menjadikan AI sebagai salah satu sumber untuk melakukan diagnosis dan tata laksana yang komprehensif bagi kelima penyakit tersebut,” jelasnya.
Ketika ditanya apakah hasil inovasi dari peserta akan dikolaborasikan dengan platform SatuSehat, Dante menjawab bahwa setiap hasil inovasi akan terlebih dahulu melalui evaluasi berbasis evidence-based medicine.
“Kalau hasil AI-nya sudah masuk ke evidence-based medicine, baru nanti akan disinergikan. Untuk kemudian transformasi ke SatuSehat, tentu kita terus melakukan simplifikasi platform yang ada di Indonesia agar bisa bergabung dalam satu ekosistem,” imbuhnya.
AI untuk Deteksi Dini Tuberkulosis Sudah Berjalan
Dante juga mengungkapkan bahwa saat ini pemerintah telah menerapkan teknologi AI dalam deteksi tuberkulosis (TBC), terutama di wilayah terpencil.
“AI kita gunakan untuk deteksi tuberkulosis. Kita punya alat portable tuberculosis yang dikirim ke puskesmas. Dengan menggunakan portable X-ray yang terhubung ke AI, dokter umum yang bukan radiolog pun bisa melakukan diagnosis dini,” ungkapnya.
Teknologi ini memungkinkan pemeriksaan yang cepat dan akurat di daerah-daerah perifer yang sebelumnya sulit dijangkau layanan radiologi konvensional.
Butuh Kolaborasi Lintas Sektor
Dante juga menekankan pentingnya pelibatan generasi muda, pemerintah daerah, sektor swasta, dan mitra internasional dalam mewujudkan sistem kesehatan berbasis AI yang inklusif dan merata.
“Program ini tidak eksklusif milik Kementerian Kesehatan. Kita butuh dukungan dari daerah, pihak swasta, dan mitra internasional, supaya hasilnya bisa terealisasi lebih cepat lagi,” pungkasnya.











