SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti terjadinya inefisiensi penggunaan anggaran di sejumlah rumah sakit, yang dinilai turut menyebabkan membengkaknya tagihan BPJS Kesehatan.
Menurut Purbaya, salah satu sumber inefisiensi muncul akibat aturan lama Kementerian Kesehatan yang mewajibkan setiap rumah sakit memiliki sekitar 10 persen alat ventilator dari total kapasitas ruang perawatan. Aturan tersebut dinilainya sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini, mengingat pandemi COVID-19 telah berakhir.
“Karena mereka (pihak rumah sakit) terpaksa sudah beli, setiap ada pasien ya dilewatkan ke alat itu. Maksudnya tagihan ke BPJS-nya jadi besar,” ujar Purbaya usai menghadiri rapat di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (22/10).
Evaluasi Pembelian Alat Kesehatan
Purbaya menyebut pihaknya akan meminta dilakukan asesmen menyeluruh terhadap anggaran pembelian alat kesehatan di rumah sakit, guna memastikan efisiensi dan relevansi kebutuhan di lapangan.
“Ke depan akan ada evaluasi soal anggaran alat-alat rumah sakit untuk menentukan mana yang memang perlu dibeli,” jelasnya.
“Tapi saya bilang, asesmennya jangan dilakukan oleh saya karena saya bukan dokter. Jangan juga oleh BPJS Kesehatan, tapi oleh tim independen yang paham bidang kedokteran dan manajemen rumah sakit,” tambahnya.
Ia menilai evaluasi tersebut penting agar pembelian alat medis benar-benar berdasarkan kebutuhan medis, bukan sekadar pemenuhan administrasi atau aturan lama yang tidak lagi sesuai dengan konteks pelayanan kesehatan saat ini.
Dorong Efisiensi dan Perbaikan Sistem BPJS
Menkeu Purbaya juga meminta BPJS Kesehatan untuk memperbaiki sistem pelaksanaan program di lapangan, termasuk pengelolaan anggaran dan pemanfaatan teknologi informasi (IT).
“Kalau mereka ada keborosan beli alat yang tidak perlu, saya bilang anggarannya nanti dibetulkan di sana,” tegasnya.
Purbaya mengungkapkan, sistem IT BPJS Kesehatan saat ini melibatkan sekitar 200 pegawai yang menangani berbagai proses digitalisasi dan data pelayanan kesehatan. Namun, ia menilai sistem tersebut masih perlu ditingkatkan agar lebih efisien dan terintegrasi secara profesional.
“Sistem IT itu harus dikelola secara profesional supaya semua proses bisa berjalan berdasarkan standar yang jelas,” ujarnya.
“Sehingga kalau ada kecurangan atau kejanggalan, langsung terdeteksi. Saya pikir kalau sistemnya rapi, operasi BPJS akan jauh lebih efisien,” tambah Purbaya.
Tekanan pada Anggaran Kesehatan
Pernyataan Menkeu ini muncul di tengah meningkatnya beban subsidi kesehatan dan klaim BPJS yang terus membengkak setiap tahun. Pemerintah kini tengah berupaya menyeimbangkan alokasi anggaran agar pelayanan kesehatan tetap optimal tanpa mengorbankan efisiensi fiskal.
Kementerian Keuangan bersama Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan disebut sedang menyiapkan langkah-langkah korektif, termasuk reformasi tata kelola pembiayaan kesehatan dan optimalisasi penggunaan dana jaminan kesehatan nasional.
“Tujuannya sederhana, agar uang negara yang besar ini benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat, bukan habis karena pemborosan sistem,” tutup Purbaya.











