SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa resmi memasukkan kebijakan redenominasi rupiah dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan 2025-2029. Kebijakan ini dituangkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 yang telah ditandatangani Purbaya.
Redenominasi rupiah sendiri merupakan upaya penyederhanaan jumlah digit pada mata uang rupiah. Meski nominal rupiah disederhanakan, nilai riilnya tetap sama. Misalnya, Rp 1.000 akan menjadi Rp 1, dan harga barang Rp 10.000 akan ditulis sebagai Rp 10 setelah redenominasi diterapkan.
“Kebijakan ini bukan soal menambah nilai rupiah, tapi menyederhanakan penulisan dan transaksi sehingga lebih efisien,” ujar Purbaya, dikutip dari dokumen Renstra Kemenkeu 2025-2029.
Tujuan Redenominasi Rupiah
Dalam Renstra Kemenkeu, redenominasi ditujukan untuk:
1. Mendorong efisiensi perekonomian melalui penyederhanaan transaksi dan administrasi keuangan.
2. Meningkatkan daya saing nasional dengan mempermudah perdagangan dan transaksi bisnis.
3. Menjaga stabilitas dan kesinambungan ekonomi, termasuk daya beli masyarakat.
4. Meningkatkan kredibilitas rupiah di mata investor domestik dan internasional.
Rancangan Undang-Undang Redenominasi Target Rampung 2027
Sebagai bagian dari kebijakan ini, Kemenkeu juga telah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi). RUU ini dikategorikan sebagai rancangan undang-undang luncuran, dengan target penyelesaian pada tahun 2027.
“RUU Redenominasi dirancang sebagai salah satu prioritas nasional di bidang kebijakan fiskal, dan akan menjadi landasan hukum implementasi penyederhanaan rupiah,” tulis dokumen Renstra Kemenkeu 2025-2029.
Implementasi redenominasi diharapkan dapat membuat transaksi keuangan sehari-hari lebih sederhana, serta mendukung efisiensi administrasi pemerintahan dan sektor swasta.
Ilustrasi: Desain uang rupiah hasil redenominasi yang menghilangkan tiga angka nol di belakang.











