SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menerima kunjungan kehormatan Menteri Wakaf Suriah, Syaikh Muhammad Abu Khoiri Syukri, beserta rombongan ulama Syam di Masjid Istiqlal, Jakarta, pada Jumat (31/10).
Pertemuan tersebut membahas upaya penguatan pendidikan kader ulama serta kerja sama di bidang wakaf dan pemberdayaan ekonomi umat antara Indonesia dan Suriah.
Dalam sambutannya, Menag Nasaruddin menegaskan pentingnya kesinambungan kader ulama di Indonesia yang memiliki sanad keilmuan kuat dan mampu menjawab tantangan zaman.
“Indonesia membutuhkan kesinambungan kader ulama. Tradisi keilmuan Syam adalah rujukan Islam dunia, dan hubungan ulama Nusantara dengan Syam telah terjalin sejak lama,” ujar Menag di Jakarta.
Menag menjelaskan bahwa Masjid Istiqlal kini menjadi pusat pembinaan kader ulama dan telah menjalankan program pendidikan sejak masa pandemi Covid-19, menyusul wafatnya lebih dari 800 ulama Indonesia pada periode tersebut.
“Kita ingin memperkuat sanad keilmuan dan spiritualitas dengan menciptakan ulama baru yang relevan untuk zaman modern,” tambahnya.
Suriah Apresiasi Indonesia sebagai Negara Damai dan Toleran
Sementara itu, Menteri Wakaf Suriah Syaikh Muhammad Abu Khoiri Syukri menyampaikan apresiasinya atas sambutan hangat dari Kementerian Agama dan masyarakat Indonesia. Ia menilai Indonesia sebagai contoh negara Muslim yang mampu menjaga kedamaian, keberagaman, dan persatuan umat.
“Indonesia dikenal dengan akhlak. Suriah dikenal dengan kedalaman ilmu. Bila akhlak dan ilmu bertemu, dunia Islam akan mendapat manfaat besar,” ujarnya.
Menurut Syaikh Abu Khoiri, Suriah saat ini memasuki fase pembangunan kembali pasca konflik panjang dan tengah membuka ruang kolaborasi dengan berbagai negara, termasuk Indonesia, di bidang pendidikan Islam, riset keilmuan, dan penguatan ekonomi umat.
Ia juga menekankan pentingnya ta’awun (kolaborasi dalam kebaikan) antarnegara Muslim untuk memperkuat sinergi dalam pendidikan agama, bahasa Arab, dan pengkaderan ulama.
“Kita harus terus berkomunikasi dan menjalin kerja sama dalam kebaikan antara kedua negara sebagai sesama negara Muslim, untuk menciptakan negara yang aman, tenteram, serta adil dan makmur,” jelasnya.
Ilmu dan Akhlak sebagai Fondasi Ulama Sejati
Dalam kesempatan yang sama, salah satu ulama Suriah, Muhammad Rajab Dieb, menekankan pentingnya keseimbangan antara ilmu dan tazkiyatun nafs (pembinaan akhlak) sebagai dasar pembentukan ulama sejati.
“Ulama bukan hanya penyampai ilmu, tetapi juga pembawa cahaya dan teladan. Dengan begitu, ketika kita menyampaikan kebaikan agama, akan mudah didengarkan,” tegasnya.
Sembilan Prioritas Kolaborasi Indonesia–Suriah
Menag Nasaruddin kemudian memaparkan sembilan prioritas kolaborasi strategis yang akan dijajaki antara Indonesia dan Suriah, yaitu:
1. Pengiriman mahasiswa Indonesia ke Suriah dan sebaliknya;
2. Pengiriman pengajar bahasa Arab dari Suriah ke Indonesia;
3. Pertukaran pendaftaran perguruan tinggi kedua negara;
4. Pertukaran dosen dua arah;
5. Kolaborasi riset di bidang keagamaan dan sains;
6. Penguatan zakat dan wakaf produktif untuk pemberdayaan ekonomi umat;
7. Program pemberdayaan perempuan berbasis pendidikan Islam;
8. Pengkajian isu fikih kontemporer;
9. Penyusunan Deklarasi Kemitraan Pendidikan dan Peradaban Islam Indonesia–Suriah untuk generasi muda.
“Dengan ini, kami, baik dari Kemenag maupun Istiqlal, siap menindaklanjuti kerja sama yang bisa dilakukan antara kedua belah pihak,” ujar Menag.
Diplomasi Keagamaan sebagai Jembatan Perdamaian
Menag juga menegaskan komitmen Indonesia untuk terus memperkuat diplomasi keagamaan sebagai jembatan perdamaian dan peradaban global.
“Semoga sinergi ini membawa keberkahan bagi umat Islam di seluruh dunia,” pungkasnya.











