SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengusulkan agar program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan difokuskan untuk melayani masyarakat menengah ke bawah. Ia menilai kalangan masyarakat mampu sebaiknya memanfaatkan layanan asuransi kesehatan swasta agar keberlanjutan sistem BPJS tetap terjaga.
“BPJS nggak usah cover yang kaya-kaya deh, kenapa? Karena yang kaya, yang kelas satu itu, biarin diambil swasta,” kata Budi dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, di Jakarta, Kamis (13/11/2025), seperti dilansir Antara.
Budi menegaskan, kebijakan tersebut bukan bertujuan membatasi hak masyarakat, melainkan untuk memastikan sistem pembiayaan BPJS Kesehatan tetap sustainable dalam jangka panjang. Menurutnya, jika peserta mampu tetap ditanggung BPJS, beban subsidi untuk peserta tidak mampu akan semakin berat.
“Langkah ini penting untuk menjaga keberlanjutan atau sustainability sistem pembiayaan BPJS Kesehatan agar tetap kuat dalam memberikan perlindungan kesehatan kepada seluruh rakyat Indonesia,” ujar Budi.
Kolaborasi dengan Asuransi Swasta
Lebih lanjut, Budi menjelaskan bahwa pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menandatangani kesepakatan mengenai combined benefit antara BPJS dan perusahaan asuransi swasta.
Skema combined benefit ini memungkinkan pembagian tanggung jawab antara BPJS dan perusahaan asuransi dalam memberikan perlindungan kesehatan sesuai kemampuan dan kelas sosial peserta.
“Biarin yang besar, swasta aja yang ambil. Supaya BPJS bisa sustain, diambil yang level bawah,” ujar Budi menegaskan.
Dengan demikian, BPJS dapat lebih fokus pada peserta dari kalangan menengah ke bawah, terutama masyarakat berpenghasilan rendah yang paling membutuhkan perlindungan kesehatan dari negara.
Rencana Perubahan Sistem Rujukan
Dalam kesempatan yang sama, Budi juga memaparkan rencana perubahan sistem rujukan pelayanan kesehatan nasional. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan mengubah mekanisme rujukan yang semula berjenjang administratif menjadi berbasis kompetensi fasilitas kesehatan.
Menurut Budi, sistem rujukan saat ini kerap menyebabkan pemborosan biaya dan keterlambatan penanganan pasien, terutama untuk kasus-kasus yang membutuhkan tindakan cepat atau tingkat keahlian tertentu.
“Kita akan ubah rujukannya berbasis kompetensi, supaya menghemat BPJS juga,” kata Budi.
Ia mencontohkan, pasien dengan kondisi darurat seperti serangan jantung sering kali harus melewati beberapa tahap rujukan — dari puskesmas ke rumah sakit tipe C, lalu tipe B — sebelum akhirnya mendapatkan perawatan di rumah sakit tipe A yang memiliki fasilitas jantung lengkap.
“Kalau rujukannya berbasis kompetensi, pasien bisa langsung ke fasilitas yang mampu menangani kasusnya, tanpa harus buang waktu dan biaya,” jelasnya.
Menjaga Kualitas dan Keberlanjutan JKN
Budi menegaskan bahwa seluruh langkah reformasi yang dilakukan pemerintah di sektor kesehatan bertujuan menjaga keseimbangan antara kualitas pelayanan dan keberlanjutan pembiayaan JKN.
Ia menambahkan, kementeriannya terus berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan dan lembaga terkait untuk memastikan setiap kebijakan tidak menimbulkan kesenjangan akses kesehatan di masyarakat.
“Tujuan kita bukan untuk membatasi, tapi memperkuat sistem agar layanan kesehatan tetap bisa diakses semua warga — terutama mereka yang paling membutuhkan,” pungkas Budi.











