SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki rencana untuk menaikkan tarif pajak dalam waktu dekat. Ia menyebut kebijakan tersebut baru akan dilakukan jika pertumbuhan ekonomi nasional telah mencapai di atas 6 persen.
“Saya akan menaikkan pajak pada waktu (ekonomi) tumbuhnya di atas 6 persen. Anda (masyarakat) akan senang juga bayar pajaknya,” kata Purbaya dikutip dari Antara, Rabu (29/10/2025).
Pernyataan itu disampaikan Purbaya untuk menanggapi kekhawatiran bahwa kenaikan tarif pajak dapat menekan pendapatan masyarakat setelah kebutuhan pokok dan kewajiban dasar terpenuhi (disposable income).
Dorong Ekonomi Lewat Pemindahan Dana ke Himbara
Purbaya mengungkapkan bahwa dirinya telah mengambil langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan memindahkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) APBN dari Bank Indonesia (BI) ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Kebijakan ini, kata dia, bertujuan meningkatkan perputaran uang di sektor riil dan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional melalui penyaluran kredit ke dunia usaha.
“Saya akan monitor itu ke depan dengan hati-hati. Jadi, Anda nggak usah takut. Kalau saya menaikkan pajak, Anda akan susah,” ujar Purbaya.
Tunda Pemungutan Pajak oleh E-Commerce
Selain menahan kenaikan tarif pajak, Purbaya juga menunda penunjukan platform e-commerce sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) 22 dari pedagang daring hingga pertumbuhan ekonomi mencapai 6 persen.
Ia menilai kebijakan pajak baru harus diterapkan pada saat daya beli masyarakat sudah benar-benar pulih. Prinsip serupa juga digunakan dalam kajian kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang hingga kini masih ditunda.
Fokus pada Perbaikan Sistem Pajak
Alih-alih menaikkan tarif, Menkeu Purbaya memilih memperkuat sistem penerimaan negara melalui peningkatan efisiensi administrasi pajak dan bea cukai. Ia menekankan pentingnya sistem teknologi informasi, seperti Coretax, dalam menekan potensi pelanggaran pajak.
“Untuk pajak, saya percaya pada sistem IT yang sedang dibangun di Kementerian Keuangan. Ini akan menutup celah pelanggaran dan meningkatkan kepatuhan,” jelasnya.
Purbaya juga menegaskan akan memperketat pengawasan di sektor kepabeanan dan cukai, termasuk mencegah praktik underinvoicing yang berpotensi merugikan negara.
Evaluasi Rencana Penyesuaian PPN
Menkeu sebelumnya sempat memberi sinyal akan menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), namun langkah itu masih dikaji matang. Ia mengungkap, setiap penurunan tarif PPN sebesar 1 persen berpotensi mengurangi penerimaan negara hingga Rp70 triliun.
“Waktu di luar (pemerintahan), saya ngomong turunkan saja ke 8 persen. Tapi setelah jadi Menteri Keuangan, saya tahu dampaknya besar sekali,” ujar Purbaya.
Untuk saat ini, ia akan memantau perkembangan penerimaan negara hingga triwulan II-2026, sebelum mengambil keputusan terkait penyesuaian tarif PPN.
“Mungkin akhir triwulan pertama saya sudah lihat. Dari situ saya bisa ukur potensi riil penerimaan negara dan dampak pertumbuhan ekonominya,” tambahnya.
Hati-Hati dan Perhitungan Matang
Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini menegaskan dirinya tidak akan gegabah dalam mengambil keputusan fiskal, meski gaya komunikasinya sering dinilai tegas.
“Walaupun saya kelihatan kayak koboi, saya ini pelit dan hati-hati. Kalau jeblok, defisit bisa di atas 3 persen. Jadi semuanya harus dihitung matang,” tegasnya.
Sebagai informasi, tarif PPN di Indonesia naik dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022 sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Sementara rencana kenaikan menjadi 12 persen yang semestinya berlaku pada 2025, kini hanya akan dikenakan pada barang mewah (PPnBM) setelah keputusan Presiden Prabowo Subianto pada akhir 2024.











