SOALINDONESIA–JAKARTA Pemerintah memastikan rencana pembentukan family office di Bali tidak akan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Septian Hario Seto, menegaskan bahwa inisiatif ini murni bersifat strategis untuk menarik arus investasi global dan menekan potensi keluarnya modal (capital outflow) dari dalam negeri.
“Family office itu bukan proyek APBN. Yang kita butuhkan adalah regulasi agar dana global mau masuk,” ujar Seto usai menghadiri OCBC Business Forum 2025 di Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Menurutnya, konsep family office yang sedang dirancang pemerintah meniru keberhasilan pusat keuangan dunia seperti Dubai dan Singapura, namun dengan sentuhan khas Indonesia yang memadukan keuangan dan pariwisata.
“Kita sedang pelajari ekosistem seperti di Dubai—membangun financial center tapi berbasis pariwisata seperti Bali,” jelas Seto.
Tarik Modal Global, Tekan Capital Outflow
Seto menjelaskan bahwa pembangunan family office merupakan langkah strategis untuk mengurangi arus keluar modal dari dalam negeri. Saat ini, banyak individu kaya Indonesia justru menempatkan dananya di luar negeri karena belum tersedia instrumen pengelolaan kekayaan yang memadai di Tanah Air.
“Selama ini kan banyak dana orang Indonesia yang dikelola di luar—ada yang di Singapura, Hong Kong, atau bahkan di Eropa. Kalau kita punya family office di sini, mereka bisa kelola dananya di Indonesia sendiri,” katanya.
Menurutnya, capital outflow tidak hanya membuat negara kehilangan potensi pajak dan devisa, tetapi juga memperlemah stabilitas sistem keuangan nasional. Karena itu, pemerintah akan memperkuat kerangka hukum dan kepastian regulasi agar pengelolaan aset di dalam negeri lebih menarik dan aman bagi investor.
“Bukan hanya soal menarik uang masuk, tapi bagaimana uang kita sendiri tidak keluar. Family office ini salah satu caranya,” tegas Seto.
Regulasi Ramah Investasi
Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan juga memastikan bahwa pembentukan family office tidak akan menyentuh dana APBN. Ia menegaskan, proyek ini akan sepenuhnya mengandalkan kerja sama dengan sektor swasta dan regulasi yang ramah investasi.
“Kita ramai bertengkar ini itu apa, sebenarnya enggak ada urusannya. Itu urusannya supaya orang-orang kita atau asing taruh duitnya di Indonesia dengan zero tax, nanti di dalam baru kena pajak karena dia investasi di banyak proyek di Indonesia,” kata Luhut, dikutip dari Liputan6.com.
Luhut menambahkan, pembentukan family office merupakan bagian dari strategi besar pemerintah dalam menggerakkan investasi swasta untuk mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen.
“Peranan APBN kan cuma 10–15 persen dari total pembiayaan pembangunan, sisanya harus digerakkan oleh sektor swasta,” ujarnya.
Kebijakan Jangka Panjang Tanpa Bebani APBN
Lebih lanjut, Seto menekankan bahwa keberadaan family office akan memperkuat posisi Indonesia sebagai destinasi pengelolaan kekayaan global di kawasan Asia Tenggara.
“Bali itu punya daya tarik alami. Tinggal kita bangun infrastrukturnya—bukan secara fisik, tapi lewat aturan. Investor besar mencari tempat yang aman, nyaman, dan punya kepastian hukum,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa family office bukan proyek jangka pendek, melainkan kebijakan strategis jangka panjang untuk memperkuat ekosistem keuangan nasional tanpa membebani APBN.
“Intinya, kita ingin Indonesia jadi tempat yang dipercaya untuk mengelola kekayaan global, tanpa harus tergantung pada APBN,” tutup Seto.











