SOALINDONESIA–JAKARTA Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, menilai wacana Undang-Undang (UU) Perampasan Aset bukanlah isu baru. Menurutnya, rancangan aturan yang dianggap penting untuk memperkuat pemberantasan korupsi ini sudah dibahas sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Namun, hingga kini, pembahasan tersebut tak kunjung tuntas. Harapan publik untuk melihat aset hasil tindak pidana dirampas demi keadilan sosial, kata Ibrahim, berulang kali pupus di meja politik.
“UU perampasan aset itu sudah dibawa ke DPR sejak zamannya SBY, lalu era Jokowi, hingga kini masuk masa Presiden Prabowo, pun masih belum terlaksana,” ujar Ibrahim dalam keterangannya, Rabu (3/9/2025).
Publik Kecewa, Ekonomi Sulit
Ibrahim menyebut, keterlambatan ini menambah kekecewaan masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi global yang berdampak ke dalam negeri.
“Banyak sekali masyarakat kecewa, karena sebelumnya mereka menginginkan adanya undang-undang perampasan aset yang bisa menjadi jawaban atas keresahan publik,” katanya.
Resistensi Parpol Hambat Pembahasan
Lebih jauh, Ibrahim menyoroti adanya resistensi dari partai politik sebagai faktor utama mandeknya pembahasan. Menurutnya, beberapa pimpinan partai enggan mendorong lahirnya UU Perampasan Aset karena khawatir menyentuh kepentingan elite.
“Kita lihat banyak sekali ketua partai politik yang tidak menginginkan undang-undang ini disahkan,” tegasnya.
Kondisi ini, lanjutnya, memperkuat dugaan bahwa dinamika politik internal lebih dominan dibanding kepentingan rakyat. Akibatnya, agenda besar pemberantasan korupsi kembali menjadi korban tarik ulur kepentingan.
Prabowo Janjikan Percepatan
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk mempercepat pembahasan RUU Perampasan Aset. Dalam pertemuan dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, serta pimpinan partai politik di Istana Kepresidenan, Senin (1/9/2025), ia berjanji RUU tersebut akan segera dibahas di DPR.
RUU Perampasan Aset sendiri merupakan mandat pasca Indonesia meratifikasi Konvensi PBB tentang UNCAC (UN Convention Against Corruption), yang mengatur mekanisme identifikasi, deteksi, pembekuan, hingga perampasan aset hasil tindak pidana.