SOALINDONESIA–JAKARTA Pemerintah memastikan aktivitas pertambangan PT Gag Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, berjalan dengan pengawasan ketat agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Hal itu disampaikan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Minggu (14/9/2025).
“Pertama yang paling krusial adalah (PT Gag Nikel) tidak boleh ada surface runoff (limpasan permukaan) yang jatuh langsung ke badan sungai atau badan air. Maka kolam pengendapan (settling pond) harus dibikin presisi,” ujar Hanif di Denpasar, Bali.
Menurut Hanif, perusahaan diwajibkan membangun beberapa tahapan kolam pengendapan untuk menahan air larian dari area tambang agar tidak menimbulkan sedimentasi dan kekeruhan di sungai. Selain itu, kualitas udara juga akan dipantau ketat.
“Tingkat emisi kami kontrol, jadi wajib dipasang stasiun pengendali kualitas udara di sana untuk memastikan emisi tetap di bawah baku mutu,” tambahnya.
Koordinasi dengan ESDM
Hanif menegaskan bahwa batasan operasional tambang menjadi kewenangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Namun, KLHK tetap memegang peran dalam mitigasi potensi kerusakan lingkungan, mengingat Raja Ampat adalah pulau kecil dengan ekosistem yang sangat rentan.
“Mandat undang-undang memungkinkan penambangan, tetapi tugas kami menjamin pelaksanaannya harus dimitigasi dari potensi kerusakan lingkungan,” jelasnya.
Sempat Dihentikan, Kini Beroperasi Lagi
Sebelumnya, pemerintah mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat karena masuk kawasan lindung, yakni milik PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Melia Raymond Perkasa, dan PT Kawai Sejahtera.
Sedangkan PT Gag Nikel—anak usaha PT Antam Tbk—hanya dihentikan sementara untuk peninjauan dan audit lingkungan. Setelah evaluasi, perusahaan kembali diizinkan beroperasi mulai Rabu, 3 September 2025.
Hanif menyebut hasil audit lingkungan menunjukkan kinerja PT Gag Nikel cukup baik. Selama empat tahun berturut-turut, perusahaan memperoleh peringkat hijau dan biru dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper).
Pengawasan Diperketat
Meski demikian, pemerintah tidak akan lengah. Jika sebelumnya pengawasan dilakukan setiap enam bulan, kini akan diperketat menjadi setiap dua bulan sekali dengan tinjauan langsung ke lapangan.
“Yang namanya orang lingkungan pasti khawatir. Maka dari itu, kita harus menyeimbangkan pembangunan dan lingkungan. Jika dalam tahapannya terdapat kerusakan, kewajiban kita segera menghentikan,” tegas Hanif.
Dengan langkah ini, pemerintah berharap aktivitas tambang dapat berjalan tanpa merusak keanekaragaman hayati Raja Ampat yang dikenal sebagai salah satu pusat ekosistem laut terkaya di dunia.