SOALINDONESIA–JAKARTA Pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengucurkan dana segar sebesar Rp 200 triliun kepada bank-bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Dana stimulus tersebut ditujukan untuk mempercepat penyaluran kredit ke sektor riil, terutama industri dan pelaku usaha.
Namun, langkah itu mendapat sorotan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengingatkan adanya potensi penyalahgunaan dana jika tidak diawasi dengan ketat.
“Tapi sisi negatifnya, ada potensi tindak pidana korupsi seperti yang terjadi di Bank Perkreditan Rakyat Bank Jepara Artha,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/9/2025).
Asep menegaskan, kasus BPR Bank Jepara Artha menjadi peringatan penting agar dana stimulus tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan pribadi. “Adanya stimulus ekonomi dengan menggelontorkan Rp 200 triliun itu menjadi sebuah tantangan bagi kami di KPK untuk melakukan pengawasan,” tegasnya.
Meski begitu, KPK tetap mendukung kebijakan stimulus ini. Asep memastikan, kedeputian pencegahan KPK akan memantau penggunaan dana agar sesuai tujuan. “Tentu harapannya, stimulus akan menjadikan perekonomian mikro kita lebih bergairah, dan bank-bank himbara ini bisa memberi kredit kepada masyarakat sehingga perekonomian bisa berjalan,” jelasnya.
Sebagai informasi, dana Rp 200 triliun itu disalurkan kepada lima bank anggota Himbara dan ditargetkan mulai terserap ke sektor riil paling lambat dalam satu bulan. Menkeu Purbaya menegaskan, skema ini serupa dengan strategi saat pandemi Covid-19, di mana penempatan dana di perbankan terbukti mampu mempercepat pemulihan kredit.