SOALINDONESIA–BANYUWANGI Pemerintah akan meluncurkan program bantuan sosial (bansos) digital nasional pada tahun 2026 sebagai bagian dari transformasi sistem perlindungan sosial yang lebih tepat sasaran, transparan, dan inklusif. Sebagai tahap awal, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, melakukan uji coba langsung di Desa Suko, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Dalam uji coba tersebut, Luhut mengungkap temuan mengejutkan terkait ketimpangan distribusi bansos yang selama ini terjadi.
“Dalam uji coba ini, saya menemukan fakta menarik; ada warga yang tercatat menerima tiga program sekaligus, sementara ada yang sama sekali tak tersentuh bantuan meski sangat membutuhkan,” ujar Luhut dalam unggahan di akun Instagram pribadinya, Minggu (5/10).
Transformasi Digital untuk Bansos yang Lebih Adil
Menurut Luhut, temuan tersebut menjadi bukti bahwa transformasi digital menjadi langkah mendesak untuk menciptakan sistem bansos yang lebih adil dan efisien. Sistem digital akan memungkinkan verifikasi data secara real-time, menghindari tumpang tindih bantuan, dan meminimalkan kebocoran anggaran.
“Digitalisasi ini bisa memperbaiki basis data penerima, mengurangi human error, dan meningkatkan keadilan sosial,” tegasnya.
Dalam sistem baru ini, masyarakat tidak hanya menjadi penerima pasif. Mereka akan diberi ruang untuk mengusulkan diri sendiri atau tetangganya yang dinilai layak menerima bansos. Setelah diusulkan, sistem akan melakukan verifikasi dan memutuskan siapa yang memenuhi syarat.
Potret Nyata dari Banyuwangi: Desa di Tengah Hutan, Sinyal Terbatas
Luhut menempuh perjalanan lebih dari 1.000 kilometer dari Jakarta menuju Banyuwangi untuk meninjau langsung proses registrasi bansos digital. Desa Suko, tempat uji coba dilakukan, dikenal sebagai daerah dengan akses sinyal terbatas dan sebagian besar warganya bekerja sebagai petani kopi di kawasan hutan.
“Tempat ini adalah potret nyata sekaligus laboratorium hidup bagi masa depan program sosial Indonesia,” tulis Luhut.
Hingga saat ini, uji coba di Banyuwangi telah mencatat 257.000 pendaftar, dengan dukungan 2.000 pendamping lapangan. Dari total 680.000 kepala keluarga di wilayah tersebut, baru sekitar 148.000 yang tercatat sebagai penerima bantuan.
Butuh Perbaikan Sistemik dan Kolaborasi Lintas Instansi
Luhut menekankan bahwa uji coba ini membuka ruang pembelajaran dan penyempurnaan. Masih banyak warga rentan yang belum terdata dan berhak menerima bantuan, tetapi terlewat akibat data yang tidak terintegrasi atau ego sektoral antar instansi.
“Saya bersyukur seluruh kementerian dan lembaga hari ini bisa duduk bersama. Lewat inisiatif ini, kami membuktikan kolaborasi yang terintegrasi mampu menghadirkan solusi nyata di masyarakat,” ucapnya.
Keberhasilan program ini, menurut Luhut, sangat bergantung pada sinkronisasi data antar-kementerian dan lembaga, serta komitmen bersama untuk menghapus ego sektoral yang selama ini menghambat reformasi bansos.
Arahan Presiden Prabowo: Satu Rupiah Harus Tepat Sasaran
Langkah digitalisasi ini juga merupakan bagian dari implementasi visi Presiden Prabowo Subianto untuk menciptakan sistem bansos yang efisien, adil, dan berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
“Presiden Prabowo ingin memastikan bahwa setiap rupiah dari bansos benar-benar sampai ke tangan yang membutuhkan dan memberikan dampak ekonomi nyata,” jelas Luhut.
Dengan semangat tersebut, pemerintah berharap bansos digital tak hanya menjadi sistem pencatatan elektronik, tetapi juga alat pengungkit pengurangan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat, dan keadilan sosial.
Fakta Penting Uji Coba Bansos Digital di Banyuwangi:
Lokasi: Desa Suko, Kalipuro, Banyuwangi, Jawa Timur
Peserta uji coba: 257.000 pendaftar
Jumlah KK di Banyuwangi: 680.000
Penerima bansos saat ini: 148.000 KK
Temuan lapangan: Warga menerima 3 bantuan sekaligus, ada yang tidak dapat sama sekali
Pendamping lapangan: 2.000 orang
Akses desa: Sinyal terbatas, mayoritas petani kopi
Tujuan utama: Perbaikan data, keadilan distribusi, efisiensi anggaran