SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menegaskan pentingnya peran kepala biro dalam menentukan arah dan keberhasilan pengelolaan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) di seluruh Indonesia. Menurutnya, kepala biro merupakan kekuatan strategis yang memastikan seluruh roda kelembagaan berjalan efektif dan efisien.
Pesan tersebut disampaikan Menag usai melantik Pengurus Forum Kepala Biro dan Kepala Bagian PTKN se-Indonesia periode 2025–2027, yang digelar di Jakarta, Kamis (16/10/2025). Hadir dalam acara tersebut antara lain Staf Khusus Menteri Agama Ismail Cawidu, serta Tenaga Ahli Menteri Bunyamin dan Salman Magalatung.
“Kalau kepala biro tidak berfungsi, maka 50 persen institusi tidak berjalan,” tegas Menag Nasaruddin dalam sambutannya.
Dua Kekuatan Utama di Perguruan Tinggi: Rektor dan Kepala Biro
Dalam arahannya, Menag Nasaruddin menjelaskan bahwa di lingkungan perguruan tinggi terdapat dua kekuatan utama yang harus berjalan beriringan: rektor dan kepala biro.
Rektor, katanya, berperan dalam mengelola urusan strategis dan kebijakan berskala makro, sementara kepala biro bertanggung jawab terhadap manajemen mikro yang menjadi fondasi operasional kampus.
“Kepala biro memiliki kekuatan manajerial. Kalau diberikan 100 item pekerjaan, dia harus mampu merunut satu per satu dan menyelesaikannya dengan margin kesalahan yang kecil,” ujarnya.
Menag menekankan, sinergi antara rektor dan kepala biro menjadi kunci keberhasilan PTKN. Tanpa dukungan kepala biro yang solid, target-target strategis kampus sulit tercapai. Namun demikian, kepala biro juga harus memahami batasan kewenangannya agar tidak mengambil alih ranah kebijakan yang menjadi tugas rektor.
Waspadai Fenomena “Matahari Kembar” di Kampus
Dalam kesempatan itu, Nasaruddin juga menyoroti pentingnya membangun hubungan harmonis antara rektor dan kepala biro. Ia mengingatkan agar tidak terjadi fenomena “matahari kembar” — di mana rektor dan kepala biro berjalan sendiri-sendiri — karena dapat mengancam stabilitas dan efektivitas institusi.
“Jangan sampai staf bingung harus mengikuti rektor atau kepala biro. Kalau keduanya tidak sinkron, institusi bisa lumpuh,” tegasnya.
Ia menambahkan, kepala biro harus memiliki kepekaan tinggi terhadap dinamika kampus, berperan sebagai mediator efektif antara pimpinan dan sivitas akademika, serta mampu mendeteksi potensi masalah sejak dini untuk mencegah konflik internal.
Kompetensi Digital dan Penguasaan Regulasi Jadi Kunci Profesionalisme
Lebih lanjut, Menag menekankan bahwa kepala biro di era modern harus memiliki kompetensi teknologi informasi (IT) dan pemahaman regulasi yang kuat. Keduanya, menurut dia, merupakan fondasi profesionalisme seorang birokrat pendidikan tinggi.
“Semua kepala biro wajib menguasai IT. Kalau tidak, bisa dibodohi oleh stafnya sendiri,” ucap Nasaruddin.
“Penguasaan bahasa hukum dan peraturan juga penting, karena tugas biro bukan hanya menjawab, tetapi memastikan setiap dokumen sesuai aturan.”
Respons terhadap Isu Strategis: Haji dan Ekoteologi
Selain itu, Menag meminta para kepala biro untuk memahami isu-isu strategis yang tengah dihadapi Kementerian Agama. Di antaranya adalah dampak pemisahan pengelolaan haji serta pengarusutamaan konsep ekoteologi di lingkungan PTKN.
“Isu-isu besar seperti peralihan urusan haji dan pengembangan ekoteologi harus dipahami secara mendalam. Kepala biro harus mampu membaca konteksnya dan menerjemahkannya dalam kebijakan kampus,” pungkasnya.
Pelantikan ini diharapkan menjadi momentum memperkuat koordinasi dan profesionalisme kepala biro di seluruh PTKN, sekaligus meneguhkan komitmen Kementerian Agama untuk mewujudkan tata kelola pendidikan tinggi keagamaan yang transparan, adaptif, dan berorientasi pada mutu.











