SOALINDONESIA–JAKARTA Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) resmi menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Muhammad Afifuddin, empat anggota KPU RI, serta Sekretaris Jenderal KPU RI, karena terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) dalam penggunaan private jet selama penyelenggaraan Pemilu 2024.
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua DKPP Heddy Lugito dalam sidang putusan etik yang digelar secara daring pada Selasa (21/10/2025).
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Teradu I Muhammad Afifuddin, selaku Ketua merangkap Anggota KPU; Teradu II Idham Holik; Teradu III Yulianto Sudrajat; Teradu IV Parsadaan Harahap; dan Teradu V August Mellaz, masing-masing selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ujar Heddy dalam pembacaan putusan.
Selain itu, DKPP juga menjatuhkan sanksi serupa kepada Sekretaris Jenderal KPU RI Bernad Darmawan Sutrisno.
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Teradu VII Bernad Darmawan Sutrisno, selaku Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum, terhitung sejak putusan ini dibacakan,” sambungnya.
Sementara itu, Komisioner KPU Betty Epsilon Idroos dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik.
“Merehabilitasi nama baik Teradu VI Betty Epsilon Idroos, selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum, terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata Heddy.
Kasus Sewa Private Jet untuk Pemilu 2024
Perkara ini berawal dari aduan yang diajukan oleh Sri Afrianis dan Dudy Agung Trisna, yang menuding pimpinan KPU RI melanggar kode etik dengan menyewa pesawat jet pribadi (private jet) untuk kepentingan operasional Pemilu 2024.
Para pengadu menilai pengadaan tersebut tidak transparan dan tidak sesuai prinsip efisiensi serta integritas lembaga penyelenggara pemilu.
Dalam pertimbangannya, DKPP menilai tindakan para teradu tidak dapat dibenarkan secara etika. Penggunaan pesawat jet pribadi dianggap melampaui kebutuhan operasional dan tidak sesuai dengan asas kesederhanaan serta tanggung jawab publik.
“Dalih Teradu I bahwa penggunaan private jet dilakukan karena masa kampanye Pemilu 2024 hanya berlangsung 75 hari, sehingga waktu untuk pengadaan dan distribusi logistik sangat sempit, tidak dapat diterima,” ujar Anggota DKPP Dewi Pitalolo saat membacakan pertimbangan putusan.
Private Jet Digunakan 59 Kali, Bukan untuk Daerah 3T
Berdasarkan hasil pemeriksaan, DKPP menemukan fakta bahwa penggunaan private jet dilakukan sebanyak 59 kali selama masa penyelenggaraan Pemilu 2024. Namun, penerbangan tersebut tidak diarahkan ke daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) sebagaimana alasan yang diajukan oleh para teradu.
“Bahwa penggunaan private jet tidak sesuai dengan perencanaan awal, yang seharusnya digunakan untuk monitoring distribusi logistik di daerah 3T,” ungkap Dewi.
DKPP juga menilai bahwa pemilihan jenis pesawat yang digunakan termasuk kategori mewah, sehingga menimbulkan kesan berlebihan dan tidak mencerminkan sikap moral penyelenggara pemilu yang harus mengedepankan efisiensi serta keteladanan.
Sanksi Etik dan Teguran Kelembagaan
Dengan dijatuhkannya sanksi ini, DKPP menegaskan pentingnya integritas, transparansi, dan akuntabilitas bagi seluruh penyelenggara pemilu. Sanksi peringatan keras tersebut bersifat final dan mengikat, serta akan menjadi catatan dalam evaluasi kinerja kelembagaan KPU RI.
“DKPP berharap putusan ini menjadi pembelajaran bagi seluruh penyelenggara pemilu untuk tetap menjaga kehormatan lembaga dan kepercayaan publik,” tegas Ketua DKPP Heddy Lugito.
Rehabilitasi untuk Komisioner Betty Epsilon Idroos
Dalam putusan yang sama, DKPP menyatakan Komisioner KPU Betty Epsilon Idroos tidak terlibat dalam pengambilan keputusan sewa private jet, sehingga tidak ditemukan unsur pelanggaran etik.
“Merehabilitasi nama baik Teradu VI Betty Epsilon Idroos sepenuhnya, karena tidak terbukti melakukan pelanggaran KEPP,” kata Heddy.
Dengan putusan ini, DKPP menegaskan kembali komitmennya untuk menegakkan prinsip etik dan profesionalisme dalam penyelenggaraan pemilu, memastikan setiap keputusan diambil berdasarkan tanggung jawab moral dan kepentingan publik, bukan kepentingan pribadi maupun kelembagaan sempit.











