SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menyetujui rencana memasukkan tindak pidana korupsi (tipikor) sebagai pelanggaran HAM dalam revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Pigai menyebut, langkah tersebut akan menjadi terobosan pertama di dunia, sebab belum ada negara lain yang secara eksplisit mengaitkan praktik korupsi dengan pelanggaran hak asasi manusia.
“Kami baru pertama yang mengkaitkan antara korupsi dan HAM. Mudah-mudahan kalau DPR menyetujui pasal ini, maka Indonesia adalah negara pertama yang menghubungkan korupsi dan HAM,” ujar Pigai di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (21/10/2025).
Revisi UU HAM Masuk Tahap Final
Pigai menjelaskan, klausul baru tersebut telah dimuat dalam draf revisi Undang-Undang HAM versi pemerintah, dan kini tinggal diserahkan ke DPR untuk dibahas bersama.
“Pasalnya sudah ada, tinggal kami serahkan ke DPR,” kata Pigai.
Ia menegaskan, undang-undang hanya memberikan kerangka normatif tentang hubungan antara korupsi dan HAM, sementara penjelasan lebih rinci akan diatur dalam peraturan turunan setelah revisi UU disahkan.
“Undang-undang kan hanya mengatur gambaran besar norma. Untuk detailnya nanti dijelaskan lebih lanjut dalam peraturan pelaksana,” jelasnya.
Korupsi Sebagai Pelanggaran HAM: Ada Pertimbangan
Pigai menekankan bahwa tidak semua kasus korupsi akan otomatis dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Hanya korupsi yang menyebabkan penderitaan langsung atau hilangnya nyawa manusia yang akan termasuk kategori tersebut.
“Kalau korupsi menyebabkan orang lain menderita secara langsung, bahkan sampai kehilangan nyawa, itu bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM,” ujar Pigai.
Namun, ia menambahkan, praktik korupsi yang timbul akibat kebijakan administratif atau persoalan bisnis tidak akan dimasukkan ke dalam kategori itu.
“Tapi kalau misalnya korupsi karena kebijakan, atau karena urusan bisnis dan lain-lain, tidak. Yang tadi itu, yang emergensi, yang kalau korupsi menyebabkan orang lain menderita secara langsung,” tegasnya.
Dukungan Akademisi dan Ahli
Lebih lanjut, Pigai mengungkapkan bahwa pengaturan mengenai hubungan antara korupsi dan HAM telah melalui kajian mendalam bersama para akademisi, ahli HAM, serta pakar hukum korupsi.
“Ini sudah kita diskusikan dengan para ahli HAM dan korupsi. Kita kombinasikan, dan ini pertama dalam sejarah dunia,” tuturnya.
Menurut Pigai, pengakuan korupsi sebagai bentuk pelanggaran HAM akan memperkuat akuntabilitas moral dan hukum terhadap para pelaku tindak rasuah, terutama yang dampaknya meluas terhadap hak hidup masyarakat.
Langkah Reformis Pemerintahan Prabowo
Langkah Kementerian HAM ini disebut-sebut sejalan dengan komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam memperkuat sistem hukum dan pemberantasan korupsi yang berkeadilan sosial.
Dengan memasukkan korupsi ke dalam kategori pelanggaran HAM, pemerintah berharap tercipta efek jera yang lebih kuat serta pengawasan publik yang lebih ketat terhadap penyalahgunaan kekuasaan yang merugikan rakyat.











