SOALINDONESIA–TERNATE Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan komitmennya untuk menjadikan Provinsi Maluku Utara (Malut) sebagai pusat rempah dunia melalui penguatan program hilirisasi sektor perkebunan.
Menurutnya, Malut memiliki potensi besar dalam pengembangan komoditas strategis seperti pala, cengkeh, dan kelapa yang sejak dahulu telah menjadi daya tarik utama perdagangan global.
“Kita akan dorong kembali kejayaan rempah dan perkebunan Indonesia. Dulu Portugis dan Belanda datang karena rempah-rempah. Sekarang, kita yang akan kembalikan kejayaan itu. Maluku dan Maluku Utara harus menjadi pusat rempah dunia,” ujar Amran dalam keterangan tertulis usai menghadiri Rapat Koordinasi Hilirisasi Perkebunan Provinsi Maluku Utara di Ternate, Senin (28/10).
Dukungan Anggaran Rp 371 Triliun untuk Hilirisasi
Amran mengungkapkan, sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah telah menyiapkan skema investasi senilai Rp 371 triliun guna memperkuat hilirisasi di sektor pertanian, khususnya subsektor perkebunan strategis di seluruh Indonesia.
Dana tersebut akan difokuskan pada daerah yang menunjukkan keseriusan dalam pengembangan industri hilir dan peningkatan nilai tambah produk pertanian.
“Kalau gubernur dan bupati serius, kami akan alokasikan bantuan besar. Tapi kalau hanya pusat yang bekerja keras sementara daerah diam, tidak akan ada kemajuan,” tegas Amran.
Sebagai langkah konkret, Kementerian Pertanian (Kementan) meningkatkan luas dukungan tanam kelapa di Maluku Utara dari 10 ribu menjadi 15 ribu hektare. Program ini merupakan bagian dari upaya pengembangan 14 komoditas perkebunan strategis nasional yang diperkirakan mampu menyerap 8,6 juta tenaga kerja di berbagai daerah.
“Kami siapkan benih, alat, dan pembinaan dari hulu sampai hilir. Pemerintah ingin rakyat sejahtera dari tanahnya sendiri,” imbuhnya.
Nilai Ekspor Kelapa Bisa Tembus Rp 2.400 Triliun
Dalam paparannya, Amran menjelaskan pentingnya mengubah paradigma ekspor bahan mentah menjadi ekspor produk olahan. Menurutnya, nilai ekspor kelapa Indonesia saat ini mencapai sekitar Rp 24 triliun. Namun, apabila diolah menjadi produk turunan seperti minyak kelapa, santan, dan coconut milk, nilainya dapat meningkat hingga Rp 2.400 triliun, atau setara 80 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia.
“Kalau kita olah air kelapa saja, nilainya bisa ribuan triliun. Dunia kini bergeser, susu diganti coconut milk. Eropa dan Tiongkok tidak bisa tanam kelapa, hanya Indonesia dan Filipina yang bisa. Maka kita yang harus memimpin pasar dunia,” tegasnya.
Amran juga menekankan pentingnya percepatan pembangunan pabrik pengolahan pala dan cengkeh di Maluku Utara agar nilai tambah dari komoditas tersebut tidak lagi dinikmati negara lain.
“Jangan kirim bahan mentah, kirim hasil olahan. Satu pabrik pala bisa menaikkan nilai ekonomi 100 kali lipat,” ujarnya.
Dukungan Pemprov Maluku Utara
Menanggapi langkah pemerintah pusat, Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda menyampaikan apresiasi atas inisiatif Kementerian Pertanian yang berkomitmen mengembangkan potensi perkebunan daerah. Ia menegaskan bahwa pemerintah provinsi siap mendukung penuh visi Mentan Amran dalam menjadikan Malut sebagai pusat rempah dunia dan sentra industri kelapa nasional.
“Ke depan, kami akan optimalkan lahan-lahan tidur untuk pembangunan pabrik sehingga masyarakat mampu meningkatkan kualitas hasilnya, produktivitas meningkat, dan kesejahteraan petani naik,” kata Sherly.
Sherly juga menilai, program hilirisasi yang digagas Kementan akan membuka banyak lapangan kerja baru serta memperkuat posisi Maluku Utara dalam rantai pasok ekspor produk perkebunan nasional.
Kebangkitan Kejayaan Rempah Nusantara
Langkah pemerintah untuk menghidupkan kembali kejayaan rempah Nusantara melalui hilirisasi dianggap strategis dalam menghadapi tantangan ekonomi global. Dengan dukungan investasi besar, peningkatan kapasitas produksi, dan pembangunan industri pengolahan di daerah, Indonesia diharapkan mampu mengembalikan posisinya sebagai salah satu produsen rempah terbesar dunia.
Kementan menargetkan dalam lima tahun ke depan, Maluku Utara tidak hanya menjadi pusat produksi rempah, tetapi juga pusat industri pengolahan dan ekspor produk turunannya ke pasar Asia, Eropa, dan Amerika.











