SOALINDONESIA–JAKARTA Pemerintah bersama Komisi VIII DPR RI resmi menyepakati besaran Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 1447 Hijriah/2026 Masehi sebesar Rp54.193.807 per jamaah.
Kesepakatan tersebut dicapai dalam Rapat Kerja antara Komisi VIII DPR RI dan Kementerian Agama (Kemenag) yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/10/2025).
Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, mengatakan penurunan biaya ini merupakan hasil dari upaya bersama pemerintah dan DPR untuk meringankan beban jamaah haji tanpa mengurangi kualitas layanan selama pelaksanaan ibadah di Tanah Suci.
“Penurunan biaya haji ini menunjukkan komitmen pemerintah dan DPR untuk meringankan beban jemaah tanpa mengurangi kualitas layanan ibadah haji,” ujar Marwan saat membacakan hasil keputusan.
Rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Rp87,4 Juta
Dalam rapat tersebut juga ditetapkan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) atau total biaya keseluruhan penyelenggaraan haji tahun 2026 sebesar Rp87.409.356 per orang.
Angka ini turun sekitar Rp2 juta dibandingkan dengan BPIH tahun sebelumnya, yang mencapai kisaran Rp89,4 juta per jamaah.
BPIH merupakan total keseluruhan biaya haji yang terdiri atas dua komponen utama, yaitu:
1. Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) — biaya yang dibayarkan langsung oleh jamaah, dan
2. Nilai Manfaat — dana hasil pengelolaan keuangan haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Dari total BPIH tahun 2026, Rp33.215.559 atau sekitar 38 persen ditanggung dari Nilai Manfaat BPKH, sedangkan sisanya sebesar Rp54.193.807 (62 persen) dibayarkan langsung oleh jamaah.
Hasil Efisiensi dan Negosiasi dengan Arab Saudi
Menurut Marwan, penurunan biaya haji ini merupakan hasil efisiensi anggaran dan optimalisasi pengelolaan dana haji oleh pemerintah, termasuk melalui negosiasi ulang dengan penyedia layanan di Arab Saudi.
Beberapa komponen yang berhasil dioptimalkan meliputi akomodasi, konsumsi, transportasi udara, dan biaya layanan di Makkah dan Madinah.
“Penurunan ini merupakan hasil efisiensi dari berbagai komponen biaya, termasuk negosiasi ulang harga layanan di Arab Saudi serta optimalisasi nilai manfaat pengelolaan dana haji,” jelas Marwan.
Pemerintah juga memastikan bahwa penghematan tidak akan berdampak pada kualitas layanan. Jamaah tetap akan mendapatkan layanan transportasi, konsumsi, kesehatan, dan akomodasi yang sesuai standar internasional.
Usulan Awal Pemerintah Lebih Tinggi
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Agama sempat mengusulkan besaran Bipih 2026 sebesar Rp54,92 juta per jamaah.
Sementara subsidi dari Nilai Manfaat diusulkan mencapai Rp33,48 juta atau sekitar 38 persen dari total BPIH.
Namun, setelah dilakukan pembahasan bersama antara pemerintah, DPR, dan BPKH, angka tersebut disepakati turun menjadi Rp54,19 juta untuk Bipih dan Rp33,21 juta untuk subsidi nilai manfaat.
Komposisi pembiayaan ini dinilai seimbang dan berkelanjutan, menjaga kemampuan jamaah dalam membayar biaya haji sekaligus memastikan kestabilan dan keberlangsungan dana haji nasional.
“Komposisi ini tetap menjaga keseimbangan antara kemampuan jamaah dan keberlanjutan dana haji di masa mendatang,” kata Marwan.
Menjaga Kualitas dan Keberlanjutan Dana Haji
Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki, yang turut hadir dalam rapat tersebut, menyampaikan bahwa kebijakan penyesuaian biaya haji ini dilakukan dengan prinsip keadilan, transparansi, dan keberlanjutan.
Menurutnya, pemerintah bersama BPKH terus berupaya mengelola dana haji secara profesional agar memberikan manfaat optimal bagi jamaah, termasuk dalam bentuk subsidi biaya dan peningkatan layanan.
“Dana haji bukan hanya dikelola untuk keberangkatan jamaah tahun berjalan, tetapi juga untuk menjamin keberangkatan jamaah di masa depan,” ujar Saiful.
Ia menambahkan, dengan adanya efisiensi dan optimalisasi nilai manfaat, pemerintah menargetkan tidak ada antrean tambahan akibat kenaikan biaya serta memastikan pelayanan jamaah reguler tetap maksimal.
Latar Belakang Penetapan Biaya Haji 2026
Kesepakatan mengenai BPIH dan Bipih tahun 2026 merupakan lanjutan dari proses panjang pembahasan antara Kemenag, BPKH, dan Komisi VIII DPR RI.
Pembahasan dilakukan dengan mempertimbangkan fluktuasi nilai tukar rupiah, biaya penerbangan, logistik, serta kebijakan Pemerintah Arab Saudi terkait pelayanan jamaah.
BPKH juga melaporkan bahwa nilai manfaat dana haji tahun 2025 meningkat dibanding tahun sebelumnya, sehingga memungkinkan adanya porsi subsidi yang lebih besar tanpa mengganggu stabilitas dana pokok haji.
Diharapkan Jadi Momentum Perbaikan Layanan
Komisi VIII DPR RI menegaskan bahwa penurunan biaya haji ini tidak boleh diikuti dengan penurunan kualitas layanan. Sebaliknya, ini harus menjadi momentum bagi peningkatan manajemen pelayanan, digitalisasi proses haji, dan perlindungan jamaah di Arab Saudi.
“Kita ingin biaya turun, tapi kualitas justru naik. Jamaah harus merasa lebih nyaman dan aman,” tegas Marwan Dasopang.
Pemerintah berencana melakukan pemantauan langsung terhadap seluruh aspek pelayanan haji tahun 2026, termasuk akomodasi, katering, transportasi, serta pelayanan kesehatan di Tanah Suci.











