SOALINDONESIA–JAKARTA Guru Besar Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Franz Magnis Suseno atau yang akrab disapa Romo Magnis menilai Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto, tidak layak dianugerahi gelar pahlawan nasional.
Hal itu ia sampaikan dalam diskusi publik bertajuk “Menolak Gelar Pahlawan Soeharto” yang digelar di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Selasa (4/11/2025).
“Salah satu alasan mengapa Soeharto tidak boleh menjadi pahlawan adalah bahwa dia melakukan korupsi,” ujar Romo Magnis dalam diskusi tersebut.
Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan
Menurut Romo Magnis, selama masa kepemimpinannya, Soeharto justru memperkaya diri, keluarga, dan kroni-kroninya melalui praktik kekuasaan yang tidak akuntabel. Hal tersebut, kata dia, bertolak belakang dengan nilai-nilai kepahlawanan yang semestinya dijunjung tinggi.
“Tindakan Soeharto justru memperkaya keluarganya, kerabatnya, dan juga dirinya sendiri. Sehingga tidak pantas menjadi pahlawan nasional,” tegasnya.
Ia menjelaskan, seorang pahlawan nasional seharusnya adalah sosok yang bekerja tanpa pamrih, berjuang demi kemajuan bangsa, dan tidak mencari keuntungan pribadi.
“Bagi saya, ini alasan yang sangat kuat bahwa Soeharto jangan dijadikan pahlawan nasional,” kata Romo Magnis menambahkan.
Pahlawan Tidak Boleh Melanggar Etika
Selain faktor korupsi, Romo Magnis juga menyoroti bahwa syarat penting bagi seorang pahlawan nasional adalah tidak pernah melakukan pelanggaran etika dan kejahatan kemanusiaan.
Ia menilai bahwa masa pemerintahan Soeharto sarat dengan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) serta pembatasan kebebasan politik dan sipil yang tidak sejalan dengan nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan.
“Seorang pahlawan nasional tidak boleh melanggar etika dan melakukan kejahatan. Itu hal mendasar,” ujarnya.
Akui Peran Soeharto dalam Stabilitas Nasional
Kendati demikian, Romo Magnis tetap mengakui bahwa Soeharto memiliki sejumlah kontribusi penting bagi bangsa Indonesia. Salah satunya adalah perannya dalam menstabilkan perekonomian nasional pascakrisis serta membawa Indonesia lebih dikenal di dunia internasional.
“Saya mengakui Soeharto adalah presiden yang hebat karena membawa Indonesia keluar dari krisis moneter dan menjadikan Indonesia diakui di dunia, salah satunya lewat pembentukan ASEAN,” ungkapnya.
Namun, Romo Magnis menegaskan bahwa keberhasilan ekonomi atau diplomasi tidak dapat menutupi catatan hitam pelanggaran hukum dan etika selama masa kekuasaan Soeharto.
“Kehebatan dalam pembangunan tidak bisa menghapus dosa kekuasaan yang menindas rakyatnya sendiri,” kata dia.
Kontroversi Gelar Pahlawan Soeharto
Polemik mengenai usulan pemberian gelar pahlawan nasional bagi Soeharto kembali mencuat setelah muncul dorongan dari sejumlah pihak yang menilai jasa-jasanya di bidang pembangunan dan stabilitas nasional.
Namun, berbagai kalangan akademisi, aktivis, dan lembaga masyarakat sipil menolak wacana tersebut, dengan alasan rekam jejak pelanggaran HAM, praktik korupsi, serta penyalahgunaan kekuasaan di era Orde Baru.
Romo Magnis menutup pernyataannya dengan menyerukan agar pemerintah berhati-hati dalam menentukan sosok yang pantas diberi gelar pahlawan nasional.
“Gelar pahlawan adalah kehormatan tertinggi bangsa. Jangan sampai diberikan kepada seseorang yang justru merusak nilai-nilai dasar kemanusiaan,” tandasnya.











