SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menegaskan bahwa seluruh biaya pemusnahan pakaian bekas asal impor tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Seluruh biaya, tegasnya, dibebankan kepada importir yang melanggar aturan dengan memasukkan pakaian bekas ilegal ke Indonesia.
“Yang dimusnahkan itu tidak pakai APBN. Jadi yang memusnahkan itu adalah importir. Jadi kita kenakan sanksi,” ujar Budi di Jakarta, Jumat.
Ia menambahkan bahwa kewajiban tersebut merupakan bentuk sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan serta Permendag Nomor 40 Tahun 2022 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor, yang secara tegas melarang peredaran pakaian bekas impor.
Importir Wajib Tanggung Biaya dan Konsekuensi Hukum
Budi menjelaskan bahwa setiap importir yang terbukti memasukkan pakaian bekas secara ilegal harus menanggung seluruh konsekuensi hukum dan administratif, termasuk biaya pemusnahan barang sitaan.
“Dia yang harus memusnahkan. Nanti semua biaya dari importir,” tegasnya.
Sebagai bagian dari penindakan, Kementerian Perdagangan telah menutup dua perusahaan yang terbukti melakukan impor pakaian bekas. Selain pencabutan izin usaha, kedua perusahaan itu diwajibkan membiayai seluruh proses pemusnahan barang temuan hingga selesai sesuai ketentuan yang berlaku.
Menkeu Soroti Kerugian Negara dari Pemusnahan Konvensional
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti metode pemusnahan pakaian bekas ilegal yang selama ini dilakukan pemerintah karena justru menimbulkan beban biaya bagi negara.
Dalam taklimat media di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (14/11), Purbaya mengungkapkan bahwa biaya pemusnahan satu kontainer balpres ilegal dapat mencapai Rp12 juta.
“Rugi. Habis itu masih beri makan orang yang ditahan. Rugi besar kita. Jadi, mau kami ubah,” ujarnya.
Purbaya pun mengusulkan opsi alternatif berupa pencacahan ulang pakaian dan tas bekas untuk kemudian dijual kembali kepada pelaku UMKM, agar memberikan nilai ekonomi sekaligus mengurangi pemborosan anggaran.
Pelarangan Impor Pakaian Bekas Tetap Berlaku, Usulan Pembayaran Pajak Ditolak
Budi Santoso juga menegaskan bahwa pelarangan impor pakaian bekas tetap berlaku meski sejumlah pedagang thrifting menawarkan skema pembayaran pajak agar perdagangan baju bekas impor dilegalkan.
“Kan nggak ada hubungannya, kalau membayar pajak jadi legal. Memang aturannya dilarang ya,” kata Budi, Jumat (21/11).
Ia menekankan bahwa pelarangan tersebut sudah diatur jelas dalam Permendag Nomor 40 Tahun 2022, sehingga tidak dapat dinegosiasikan melalui mekanisme perpajakan apa pun.
Alasan Pelarangan: Kesehatan Publik dan Perlindungan Industri Lokal
Budi menjelaskan bahwa pelarangan impor pakaian bekas bukan disebabkan ketidakterimaan pajak, melainkan untuk melindungi dua aspek penting: kesehatan masyarakat dan industri garmen dalam negeri.
Menurutnya, pakaian bekas impor berisiko membawa kuman, jamur, dan bakteri yang dapat membahayakan konsumen. Selain itu, banjir pakaian murah ilegal dapat menghancurkan daya saing industri tekstil lokal, terutama sektor UMKM, yang menjadi tulang punggung industri garmen nasional.
Kebijakan tegas pelarangan ini diharapkan mampu menjaga ekosistem industri tekstil dalam negeri sekaligus memastikan bahwa produk pakaian yang beredar memenuhi standar kualitas dan kesehatan.











