SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa perekonomian Indonesia menunjukkan ketahanan yang kuat memasuki tahun kedua pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Hal itu ia sampaikan dalam Closed-Door Dialogue: C-Suite Forum, bagian dari rangkaian Conference on Indonesian Foreign Policy (CIFP) 2025, yang digelar di Jakarta pada Minggu (30/11/2025).
“Pemerintahan sudah berjalan satu tahun, dan alhamdulillah perekonomian masih dalam situasi yang baik-baik saja. Pertumbuhan ekonomi kita 5 persen sudah tujuh tahun, artinya Indonesia tumbuh 35 persen dalam tujuh tahun di tengah ketidakpastian global dan berbagai krisis yang sudah kita lalui, termasuk perang tarif,” ujar Menko Airlangga.
Ketahanan Ekonomi Terjaga di Tengah Tekanan Global
CIFP 2025 yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bersama UOB Indonesia, mengangkat tema “Indonesia’s Economic Craft: Challenges, Opportunities, and Strategies in a Changing World.” Forum prestisius ini mempertemukan para pemimpin bisnis, ekonom, dan diplomat untuk membahas dunia usaha dan prospek ekonomi Indonesia di tengah tantangan global yang terus meningkat.
Menko Airlangga menjelaskan bahwa tekanan ekonomi global sepanjang 2025 telah banyak diantisipasi dengan berbagai kebijakan pemerintah. Ia menegaskan bahwa stabilitas makro tetap terjaga, tercermin dari:
meningkatnya kepercayaan konsumen,
PMI manufaktur yang masih berada pada level ekspansif,
penguatan pasar keuangan,
nilai tukar dan inflasi yang terkendali,
realisasi investasi yang telah menembus Rp 1.400 triliun, dengan target Rp 1.900 triliun hingga akhir tahun.
“Berbagai faktor ketidakpastian itu sudah priced-in di tahun ini. Headwind yang berat sudah kita lewati. Karena itu outlook 2026 lebih optimistis, dan kita berharap pertumbuhan di atas 5,4 persen. Tidak ada risiko yang seberat perang Ukraina, Gaza, COVID-19, maupun perang tarif, semuanya sudah dilampaui Indonesia,” tegasnya.
Penguatan Diplomasi Ekonomi
Dalam sesi dialog bersama para CEO dan perwakilan industri, Menko Airlangga membahas sejumlah capaian dan langkah strategis diplomasi ekonomi Indonesia.
Ia memaparkan perkembangan terbaru sejumlah kerja sama dan keanggotaan internasional, antara lainnya.
kesepakatan tarif 19 persen dengan Amerika Serikat,
proses aksesi Indonesia menuju CPTPP,
keanggotaan penuh Indonesia dalam BRICS+,
kemajuan signifikan dalam proses aksesi OECD.
Selain itu, pemerintah juga mendorong transformasi digital melalui:
ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA),
perluasan Local Currency Transactions (LCT),
interoperabilitas QRIS lintas negara.
Komitmen Reformasi Struktural dan Energi Hijau
Menko Airlangga menegaskan pentingnya percepatan reformasi struktural untuk mendukung iklim investasi dan memperkuat daya saing. Pemerintah telah menerapkan service level agreement dalam proses perizinan dan terus memperkuat Satgas Percepatan Program Strategis Pemerintah (P2SP) guna menyelesaikan bottleneck lintas kementerian.
Pada sektor energi, pemerintah memberi perhatian khusus terhadap agenda energi hijau melalui:
pengembangan Green Super Grid,
implementasi Carbon Capture and Storage (CCS/CCUS),
dan perluasan PLTS berbasis desa.
Diskusi berlangsung dinamis dengan sejumlah masukan dari para pelaku usaha, mulai dari penguatan pasar keuangan, percepatan deregulasi, hingga kebutuhan kepastian hukum dalam transisi energi.
Arah Kebijakan 2026 Lebih Optimistis
Di penghujung sesi, Menko Airlangga memastikan bahwa pemerintah berkomitmen memperkuat koordinasi lintas sektor serta menjaga stabilitas ekonomi nasional. Ia menekankan bahwa agenda transformasi ekonomi akan terus dipercepat untuk menghadirkan manfaat yang lebih luas bagi dunia usaha dan masyarakat.
“Pemerintah akan terus mendorong reformasi kebijakan agar Indonesia semakin kompetitif dan mampu menghadapi perubahan global,” tutupnya.











