SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menegaskan pentingnya kolaborasi internasional dalam mengejar kesejahteraan masyarakat sekaligus menurunkan emisi karbon. Hal ini disampaikan AHY saat membahas pra-acara Indonesia International Sustainability Forum (IISF) 2025 di Kantor BKPM, Jakarta.
“Yang lebih penting ketika kita ingin menghadirkan prosperity dan sustainability secara bersamaan, kita butuh support, kita butuh assistance, termasuk financial support dan investasi,” ujar AHY, Kamis (2/10/2025).
Dukung Target Nol Emisi 2060
AHY menyatakan bahwa target ambisius Indonesia untuk mencapai net zero emission (NZE) pada tahun 2060 tidak dapat dicapai hanya dengan usaha nasional. Diperlukan kolaborasi global, baik dalam bentuk dukungan kebijakan, teknologi, maupun pembiayaan investasi.
Dalam forum IISF 2025 nanti, pemerintah akan menampilkan berbagai program dan proyek ramah lingkungan, terutama di sektor energi baru terbarukan (EBT), infrastruktur berkelanjutan, dan pengelolaan sumber daya alam.
IISF 2025 Digelar 10-11 Oktober, Usung Tema “Sustainable Growth”
Indonesia International Sustainability Forum (IISF) 2025 akan digelar pada 10-11 Oktober 2025, menjadi ajang internasional tahunan yang ketiga kalinya diadakan di Tanah Air. Forum ini akan mengusung tema “Sustainable Growth” dengan lima pilar utama:
1. Transisi Energi
2. Industri Hijau
3. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi Alam
4. Kehidupan Berkelanjutan
5. Ekonomi Biru
Diperkirakan ribuan peserta dari dalam dan luar negeri akan hadir, termasuk tokoh-tokoh internasional dan investor global.
Pamerkan Proyek Tanggul Laut Raksasa (Giant Sea Wall)
Salah satu proyek unggulan yang akan ditampilkan AHY dalam forum IISF 2025 adalah Giant Sea Wall (GSW), sebuah tanggul laut raksasa yang dirancang untuk melindungi wilayah pesisir utara Pulau Jawa dari ancaman rob, banjir, dan kenaikan permukaan air laut.
“Di antara aspek penting dari sustainability adalah sustainable dan resilient infrastructure, yang mengedepankan teknologi ramah lingkungan dan bisa melindungi masyarakat secara signifikan,” tegas AHY.
GSW Tak Andalkan APBN, Butuh Investasi Besar
AHY juga menegaskan bahwa proyek GSW tidak mungkin sepenuhnya bergantung pada APBN, mengingat besarnya nilai investasi yang dibutuhkan. Ia menyebut perlu adanya skema pembiayaan yang kredibel dan menarik minat investor asing.
“Fiskal kita ada batas dan ada prioritas. Maka, pembiayaan GSW harus melibatkan skema alternatif dan investasi dari luar negeri,” kata AHY.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa proyek GSW di Pantura diperkirakan menelan biaya hingga USD 80 miliar atau sekitar Rp 1.341 triliun.
GSW sebagai Simbol Infrastruktur Berkelanjutan
AHY menekankan bahwa pembangunan GSW bukan hanya untuk ketahanan iklim, tetapi juga menjadi simbol dari komitmen Indonesia terhadap pembangunan berkelanjutan.
“Kami ingin menyampaikan pesan bahwa Indonesia tidak hanya berambisi soal ekonomi, tapi juga serius menghadapi krisis iklim. IISF 2025 adalah panggung untuk menunjukkan langkah konkret itu,” jelasnya.
Kebijakan Konkret dari IISF 2025
AHY berharap ajang IISF 2025 tidak hanya menjadi forum diskusi, tapi juga menghasilkan kebijakan nyata dan langkah implementatif yang bisa langsung dijalankan untuk mendukung pencapaian target iklim dan pembangunan nasional.
“Hanya dengan kebijakan yang tepat dan langkah konkret, kita bisa menghadapi pemanasan global dan krisis iklim secara bersama-sama,” pungkas AHY.