SOALINDONESIA–JAKARTA Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah melakukan audit menyeluruh terhadap operasional tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia (PTFI), menyusul insiden longsor yang menelan tujuh korban jiwa di area Grasberg Block Cave (GBC), Tembagapura, Papua Tengah.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa hingga hasil audit diumumkan, pengoperasian kembali tambang bawah tanah Freeport belum bisa dilakukan.
“Sekarang belum ada yang bisa dilakukan produksi, tetapi kita lagi lakukan audit sampai kemudian bisa menemukan apa faktor penyebabnya,” ujar Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (10/10/2025), dikutip dari Antara.
Menurut Bahlil, audit ini mencakup seluruh aspek teknis operasi tambang bawah tanah, termasuk teknik sipil dan teknik pertambangan, guna memastikan kejadian serupa tidak terulang.
“Tim saya terus melakukan proses audit di sana. Setelah ada hasilnya, Freeport akan diminta melakukan mitigasi agar kejadian seperti ini tak terjadi lagi,” lanjutnya.
Evaluasi Potensi Longsor dan Struktur Tambang
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba), Tri Winarno, menambahkan bahwa evaluasi juga akan fokus pada struktur geoteknik tambang bawah tanah, untuk menilai apakah masih ada potensi longsor serupa di masa mendatang.
Pihaknya juga meminta Freeport untuk melibatkan para ahli dan mantan karyawan berpengalaman, khususnya yang memahami struktur tambang GBC.
“Kami meminta kepada PT Freeport untuk melibatkan juga bekas karyawan yang dulu tahu tentang struktur geoteknik dan lainnya, agar evaluasi ini komprehensif,” ungkap Tri.
Tragedi Longsor di Grasberg Block Cave
Tragedi longsor terjadi pada 8 September 2025, sekitar pukul 22.00 WIT, di area Extraction Panel 28-30 tambang bawah tanah GBC. Tujuh pekerja terjebak dalam insiden tersebut, terdiri dari lima kru PT Redpath Indonesia dan dua kru elektrik dari PT Cipta Kontrak, yang bertugas di bawah Divisi Operation Maintenance PTFI.
Dalam upaya penyelamatan, Freeport menghentikan seluruh aktivitas produksi di area tersebut untuk memfokuskan sumber daya pada evakuasi korban.
“Kami turut berduka cita, berbelasungkawa atas meninggalnya tujuh karyawan dari Freeport,” ujar Menteri Bahlil saat proses evakuasi berakhir pada 6 Oktober 2025.
Presiden Direktur PTFI Tony Wenas menjelaskan bahwa material lumpur bijih basah dalam jumlah besar menjadi hambatan utama proses evakuasi.
“Tantangan terberat adalah volume material lumpur yang masuk ke area tambang sangat besar. Tapi seluruh tim kami kerahkan untuk menyelamatkan pekerja,” jelas Tony.
Freeport Hentikan Produksi, Fokus Penyelamatan
Sebelumnya, pada 17 September 2025, Menteri Bahlil menegaskan bahwa pihak Freeport menghentikan seluruh produksi pasca-insiden, sembari melakukan proses pencarian dan evakuasi korban.
“Cuaca di sana memang belum memungkinkan, apalagi kejadian di underground. Tapi semua aktivitas Freeport dihentikan. Semua kekuatan kita fokuskan untuk menangani persoalan longsor,” tegas Bahlil kala itu.
Ia juga menyebut bahwa komunikasi intens dilakukan dengan manajemen Freeport dan pihaknya sudah menurunkan tim ke lokasi untuk mempercepat proses penyelamatan.
Tunggu Hasil Audit: Produksi Belum Bisa Dilanjutkan
Hingga kini, pemerintah belum memberikan lampu hijau bagi PTFI untuk melanjutkan produksi di lokasi tersebut. Hasil audit menyeluruh akan menjadi penentu utama nasib operasional Freeport Indonesia ke depan.
“Kita tidak main-main. Keselamatan kerja dan mitigasi risiko harus menjadi prioritas. Setelah audit selesai dan rekomendasi terpenuhi, baru kita pertimbangkan izin operasi kembali,” tutup Bahlil.