SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa kapasitas fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) bauksit di Indonesia kini telah mencapai 17,5 juta ton bijih per tahun. Capaian ini menjadi bagian penting dari kebijakan hilirisasi mineral yang terus didorong pemerintah untuk memperkuat industri nasional dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah.
“Kita juga harus membangun hilirisasi, dan hilirisasi ini adalah kata kunci untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Bauksit kita industrinya sudah ada dalam negeri, ini terus kita akan dorong,” ujar Bahlil dalam sambutannya di acara Minerba Convex 2025, dikutip Kamis (16/10).
Hilirisasi Bauksit Ikuti Jejak Sukses Nikel
Bahlil menjelaskan, hilirisasi bauksit merupakan lanjutan dari keberhasilan hilirisasi nikel yang telah meningkatkan nilai ekspor hingga 10 kali lipat, mencapai USD 35–40 miliar per tahun. Ia menilai kebijakan ini tidak hanya berdampak pada peningkatan ekspor, tetapi juga membuka lapangan kerja baru dan memperkuat industri hilir di dalam negeri.
“Banyak yang datang, lobi ke saya agar membuka ekspor barang mentah. Saya katakan kalau begini terus, apa bedanya kita di zaman VOC dengan sekarang,” tegas Bahlil.
Kebijakan larangan ekspor mineral mentah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba disebut sebagai fondasi penting untuk menjaga nilai tambah sumber daya alam Indonesia.
Investasi Hilirisasi Capai USD 8 Miliar
Di sela acara, Bahlil mengungkapkan bahwa investasi hilirisasi sektor mineral dan batubara (minerba) ditargetkan mencapai USD 7–8 miliar pada tahun 2025, dengan realisasi sementara mencapai USD 3–4 miliar hingga Agustus 2025.
“Total smelter yang sudah dibangun, kapasitasnya itu 17,5 juta ton untuk barang mentahnya, ya produknya,” kata Bahlil.
Menurutnya, angka tersebut menunjukkan bahwa Indonesia mulai memasuki fase industri pengolahan bauksit yang matang, setelah selama bertahun-tahun hanya mengekspor bahan mentah ke luar negeri.
Ada Lima Smelter Bauksit yang Telah Beroperasi
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Tri Winarno, menjelaskan bahwa total kapasitas pengolahan bijih bauksit sebesar 17,5 juta ton berasal dari lima smelter utama yang saat ini sudah beroperasi di berbagai daerah.
“Lima (smelter) kalau tidak salah. Jadi memang arahnya sudah mulai positif,” ujar Tri.
Meski demikian, Tri mengaku belum dapat memastikan target kenaikan kapasitas smelter pada tahun 2026. Pihaknya masih harus berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk memvalidasi data smelter yang belum terintegrasi langsung dengan tambang.
“Untuk tahun depan ya ada izin baru atau yang sudah, belum dari sana. Kami enggak ngawasin untuk industrinya yang tidak terintegrasi,” jelasnya.
Daftar Smelter Bauksit yang Sudah Beroperasi di Indonesia
Berikut lima smelter bauksit aktif yang telah beroperasi dan mendukung program hilirisasi nasional:
1. PT Indonesia Chemical Alumina (ICA)
2. PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW)
3. PT Bintan Alumina Indonesia (BAI)
4. PT Borneo Alumina Indonesia (BAI)
5. PT Borneo Alumindo Prima (BAP)
Hilirisasi Jadi Motor Ekonomi Baru
Bahlil menegaskan, hilirisasi tidak hanya soal meningkatkan ekspor, tetapi juga membangun ekosistem industri dalam negeri yang berdaya saing tinggi. Dengan meningkatnya kapasitas smelter, Indonesia berpeluang besar menjadi pusat industri aluminium dan turunan bauksit lainnya di Asia Tenggara.
“Hilirisasi bukan hanya soal bahan mentah menjadi produk jadi. Ini soal kedaulatan ekonomi bangsa. Kita ingin nilai tambahnya tinggal di Indonesia, bukan di negara lain,” tutup Bahlil.











