SOALINDONESIA – JAKARTA Dewan Pers meminta Istana Kepresidenan untuk mengembalikan akses liputan jurnalis CNN Indonesia yang baru-baru ini dicabut oleh Biro Pers. Langkah pencabutan kartu identitas liputan (ID pers) tersebut dinilai berpotensi menghambat kerja jurnalistik dan melanggar prinsip kebebasan pers.
Ketua Dewan Pers, Komaruddin Hidayat, menegaskan bahwa akses jurnalis ke lingkungan Istana merupakan bagian penting dari keterbukaan informasi publik. “Kami mendorong Istana segera memulihkan akses tersebut dan memberikan penjelasan transparan terkait alasan pencabutan,” ujarnya, Minggu (28/9/2025).
Sebelumnya, reporter CNN Indonesia TV dilaporkan kehilangan hak akses liputan di Istana setelah kartu identitas liputannya dicabut tanpa keterangan jelas. Keputusan ini menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, yang menyebut pencabutan kartu liputan sebagai bentuk penghalangan kerja jurnalistik.
“Pencabutan ini bisa dianggap sebagai tindakan pembungkaman. Wartawan berhak meliput, dan publik berhak tahu,” kata Direktur LBH Pers, dalam pernyataannya.
Pers Sebagai Pilar Demokrasi
Dewan Pers menekankan, kebebasan pers merupakan salah satu pilar demokrasi yang harus dihormati semua pihak, termasuk lembaga negara. Pembatasan terhadap akses liputan hanya dapat dilakukan dengan alasan yang jelas, objektif, dan tidak sewenang-wenang.
“Jurnalis adalah mitra dalam menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat. Justru dengan adanya pers, transparansi dan akuntabilitas pemerintahan dapat dijaga,” tambah Komaruddin.
Menunggu Respons Istana
Hingga saat ini, Istana belum memberikan keterangan resmi terkait pencabutan kartu liputan wartawan CNN Indonesia. Publik menantikan langkah Istana dalam merespons permintaan Dewan Pers serta desakan organisasi pers lainnya.
Isu ini dinilai penting karena dapat menjadi preseden bagi hubungan antara pemerintah dan media di masa depan. Jika dibiarkan, pencabutan akses liputan tanpa dasar yang jelas dikhawatirkan dapat melemahkan independensi pers dan mengganggu hak publik untuk memperoleh informasi.