SOALINDONESIA–JAKARTA Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PAN, Eddy Soeparno, mengusulkan pembentukan sebuah lembaga khusus yang menangani secara terintegrasi isu perubahan iklim (climate change) di Indonesia.
Usulan ini disampaikan sebagai bagian dari rencana pengesahan Undang-Undang Pengelolaan Perubahan Iklim yang saat ini tengah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2026.
Berbicara di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025), Eddy menilai pentingnya kelembagaan yang fokus dan berdedikasi dalam menghadapi dampak krisis iklim yang semakin nyata.
“Kami mengusulkan ada kelembagaan khusus yang nanti akan menjadi koordinator dan integrator dari berbagai kebijakan yang ada agar semuanya berjalan secara terkoordinir,” ujar Eddy.
Bisa Berbentuk Kementerian, Badan, atau Otorita
Eddy menjelaskan, lembaga tersebut bisa berbentuk kementerian, badan, atau otorita nasional yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden. Tujuannya, agar kebijakan lintas sektor yang berkaitan dengan perubahan iklim tidak berjalan sendiri-sendiri dan memiliki satu komando yang jelas.
“Kami berharap kelembagaan tersebut langsung berada di bawah Presiden, bertanggung jawab kepada Presiden, sehingga mampu melakukan upaya integrasi yang memang sangat dibutuhkan bersama-sama dengan kementerian dan lembaga lain,” terangnya.
Menurutnya, keberadaan lembaga ini akan menjadi pintu utama dalam regulasi perubahan iklim yang terkoordinasi.
“Jangan sampai nanti kita menghadapi permasalahan yang sama, undang-undangnya sudah ada tetapi kebijakan kementerian lembaga berjalan sendiri-sendiri, tidak ter-integratif,” tegas Eddy.
RUU Pengelolaan Perubahan Iklim akan Satukan Banyak Regulasi
Lebih lanjut, Eddy menyampaikan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Perubahan Iklim akan mengintegrasikan sejumlah aturan yang sebelumnya tersebar dalam berbagai regulasi sektoral, seperti UU Lingkungan Hidup dan RUU Energi Baru Terbarukan.
“RUU ini akan mengakumulasi semua kebijakan dan legislasi yang ada terkait lingkungan hidup dan transisi energi,” jelas Eddy.
Ia menyoroti bahwa Indonesia telah menyusun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 yang progresif dalam pengembangan energi terbarukan, dan RUU ini akan mendukung percepatan agenda tersebut.
Desak Pembahasan dan Pengesahan Lebih Cepat
Meskipun RUU Pengelolaan Perubahan Iklim baru masuk Prolegnas 2026 dan dijadwalkan dibahas di Komisi XII DPR RI, Eddy berharap pembahasan dapat dimulai lebih awal dan selesai sebelum akhir 2026.
“Kalau bagi saya, karena ini sudah masuk ke dalam tahapan bukan perubahan iklim lagi, tetapi sudah krisis iklim, saya berharap semakin cepat, semakin baik ini dibahas,” ujar Eddy.
“Mudah-mudahan dalam beberapa masa sidang ke depan, tidak perlu menunggu tahun 2026 habis, sudah bisa kita sahkan. Ini harapan kami,” pungkasnya.
Fokus Isu: Mengapa Lembaga Khusus Dibutuhkan?
Indonesia saat ini memiliki berbagai kebijakan dan program yang berkaitan dengan iklim, namun tersebar di banyak kementerian dan lembaga seperti Kementerian Lingkungan Hidup, ESDM, Bappenas, dan lainnya.
Usulan pembentukan lembaga khusus ini mencerminkan kebutuhan akan satu otoritas nasional yang memiliki mandat kuat untuk menyusun, mengkoordinasikan, dan mengimplementasikan kebijakan iklim secara lintas sektor dan lintas level pemerintahan.











