SOALINDONESIA–JAKARTA Pemerintah resmi menegaskan bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak lagi akan menerima penyertaan modal negara (PMN) secara langsung dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kebijakan baru ini berlaku setelah hadirnya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebagai entitas pengelola investasi dan kepemilikan saham negara.
Namun demikian, Danantara juga tidak akan sembarangan menyuntikkan dana ke perusahaan pelat merah tanpa kajian mendalam dan mekanisme penilaian risiko yang ketat.
Suntikan Modal Kini Lewat Danantara
Managing Director Stakeholder Management and Communications Danantara, Rohan Hafas, menjelaskan bahwa skema pendanaan BUMN kini berubah total setelah pengalihan kepemilikan ke Danantara.
“Jadi BUMN, sebanyak 1.063 itu, yang punya laba akan menyetorkan keuntungannya ke Danantara, bukan lagi ke APBN. Jadi murni seperti bisnis korporasi — anak perusahaan menyetor dividen ke induknya,” kata Rohan dalam temu media di Wisma Danantara, Jakarta, Jumat (31/10/2025).
Dengan skema tersebut, BUMN yang membutuhkan tambahan modal tidak lagi mengajukan PMN ke pemerintah pusat, melainkan mengajukan permohonan investasi ke Danantara.
“Kalau anak perusahaan perlu dana lagi, dia bisa minta ke Danantara. Tapi tidak otomatis disetujui. Ada komite, ada manajemen risiko, dan proses review dulu untuk memastikan apakah permintaan itu layak secara bisnis,” jelasnya.
Danantara Tinjau Setiap Rencana Investasi
Rohan menambahkan, Danantara juga akan menjadi pusat pengelolaan dividen BUMN. Ketika perusahaan pelat merah hendak berinvestasi, sumber dananya akan diambil dari dividen yang telah dikumpulkan sebelumnya.
“Kalau BUMN perlu berinvestasi, dia minta ke Danantara. Kita akan review dulu kelayakannya, baru kemudian bisa diberikan. Jadi semua berbasis tata kelola bisnis yang sehat,” tuturnya.
Menurutnya, mekanisme baru ini bertujuan meningkatkan efisiensi, akuntabilitas, dan kemandirian keuangan BUMN, tanpa lagi membebani APBN.
Target Setoran Dividen Capai Rp 165 Triliun
Sebelumnya, CEO Danantara Rosan Perkasa Roeslani menargetkan peningkatan signifikan dalam setoran dividen BUMN dalam lima tahun ke depan. Danantara memproyeksikan dividen mencapai USD 7–10 miliar, atau sekitar Rp 165,8 triliun (kurs Rp 16.580).
“Kalau melihat rencana kita untuk lima tahun ke depan, mungkin dividen akan mencapai USD 7–10 miliar. Itu angka yang realistis dan konservatif,” kata Rosan dalam Forbes Global CEO Conference di Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Setoran dividen BUMN atas kinerja tahun 2024 tercatat sebesar Rp 85,5 triliun, dan ditargetkan naik menjadi Rp 90 triliun pada 2025. Dengan optimalisasi kinerja, jumlah itu diproyeksikan melonjak hampir dua kali lipat dalam lima tahun ke depan.
Tak Hanya BUMN Besar yang Berkontribusi
Rosan menegaskan, target dividen Danantara tidak hanya bergantung pada BUMN besar seperti PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), atau bank-bank anggota Himpunan Bank Negara (Himbara).
“Kami ingin kontribusi datang dari seluruh BUMN, bukan hanya dari segi profitabilitas, tapi juga penciptaan lapangan kerja, efisiensi, dan produktivitas,” ujarnya.
Menurut Rosan, transformasi ini bukan sekadar perubahan struktur keuangan, tetapi juga pergeseran paradigma dalam pengelolaan aset negara — dari birokratis ke arah korporasi yang berorientasi pada kinerja dan nilai tambah ekonomi nasional.
Tentang Danantara
Sebagai informasi, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) dibentuk untuk mengelola portofolio saham pemerintah di BUMN, memaksimalkan nilai investasi negara, dan mengonsolidasikan keuangan perusahaan pelat merah di bawah satu payung pengelolaan profesional.
Lembaga ini diharapkan menjadi “super holding” investasi nasional, sekaligus motor penggerak transformasi BUMN agar lebih efisien, kompetitif, dan berdaya saing global.











