SOALINDONESIA–JAKARTA Pemerintah Indonesia dan Brasil resmi menjajaki kerja sama strategis di sektor energi baru terbarukan (EBT), khususnya dalam pengembangan bahan bakar nabati berbasis etanol. Kesepakatan awal ini dibahas di sela kunjungan kenegaraan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva ke Indonesia, yang diterima langsung oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (23/10).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, kolaborasi ini menjadi langkah penting dalam memperkuat transisi energi bersih nasional.
“Di sektor energi, khususnya EBT, kita akan kerja sama. Brasil salah satu negara yang sukses menjalankan mandatori bioetanol. Di sana sudah ada E30 dan bahkan E100 di beberapa negara bagian. Kita akan kolaborasi, kita akan cek ke sana,” ujar Bahlil usai mendampingi Presiden Prabowo.
Menurutnya, Brasil memiliki rekam jejak panjang dan terbukti berhasil dalam mengintegrasikan bioetanol ke dalam sistem energi nasional. Karena itu, Indonesia akan mempelajari langsung kebijakan, infrastruktur, serta model bisnis yang dijalankan Brasil dalam industri bioetanol berbasis tebu.
Kolaborasi Pertamina dan PLN dengan Mitra Brasil
Bahlil menjelaskan, kerja sama energi antara Indonesia dan Brasil tidak hanya terbatas pada bahan bakar nabati, tetapi juga mencakup sektor mineral kritis dan energi bersih lainnya.
Beberapa perusahaan pelat merah seperti Pertamina dan PLN turut menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan perusahaan energi asal Brasil. Fokus kerja samanya antara lain pada pengembangan energi hijau, transisi listrik bersih, serta teknologi pengolahan biofuel.
“Kita ingin kolaborasi ini tidak hanya berhenti di tataran ide, tapi benar-benar bisa diimplementasikan untuk mendukung bauran energi nasional dan kemandirian energi Indonesia,” tegas Bahlil.
Brasil Jadi Contoh Keberhasilan Bioetanol Dunia
Brasil dikenal sebagai salah satu pelopor dan pemimpin global dalam pengembangan bioetanol. Negara itu telah menjalankan program mandatori pencampuran etanol berbasis tebu ke dalam bahan bakar minyak sejak 1970-an.
Saat ini, sebagian besar bahan bakar di Brasil mengandung campuran etanol hingga 30 persen (E30), sementara di beberapa wilayah bahkan sudah menerapkan bahan bakar 100 persen etanol (E100).
Langkah Indonesia menggandeng Brasil sejalan dengan target pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil serta mempercepat pencapaian net zero emission (NZE) 2060.
“Brasil sudah terbukti berhasil. Kita ingin belajar dari mereka bagaimana kebijakan mandatori bioetanol bisa berjalan efektif dan memberi nilai tambah bagi petani,” tutur Bahlil.
Dorong Ketahanan Energi dan Pangan
Kerja sama ini juga melibatkan koordinasi lintas sektor, termasuk Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang sebelumnya telah melakukan kunjungan studi ke Brasil. Kunjungan tersebut bertujuan mempelajari integrasi produksi etanol berbasis tebu dengan ketahanan pangan nasional, di mana limbah pertanian dan hasil sampingan bioetanol dimanfaatkan kembali sebagai pakan ternak dan pupuk organik.
Bahlil menegaskan, strategi transisi energi Indonesia akan terus diarahkan untuk memberikan manfaat ganda, yakni meningkatkan kemandirian energi sekaligus memperkuat ekonomi kerakyatan.
“Program bioetanol ini tidak hanya bicara soal energi bersih, tapi juga soal kesejahteraan petani, nilai tambah dalam negeri, dan kedaulatan energi nasional,” pungkasnya.











