SOALINDONESIA–JAKARTA Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) dan Komnas HAM terkait pembahasan Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/9/2025).
Rapat dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR Dede Indra Permana Soediro (Fraksi PDIP). Ia menegaskan pihaknya terus membuka ruang masukan dari berbagai elemen agar RUU KUHAP lebih komprehensif.
”Kami memandang perlu menerima masukan dari dua lembaga yang sangat berkompeten untuk berbicara HAM, yaitu Kementerian Hak Asasi Manusia dan Komnas HAM,” ujar Dede.
Mandat Regulasi dan Kewajiban Internasional
Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, menjelaskan alasan keterlibatan KemenHAM dalam memberikan masukan, yakni mandat Perpres Nomor 156 Tahun 2024 yang mengharuskan kementeriannya memastikan semua regulasi sesuai standar.
Selain itu, Indonesia juga memiliki kewajiban internasional setelah meratifikasi ICCPR (Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik) melalui UU Nomor 12/2005, serta Konvensi Anti Penyiksaan melalui UU Nomor 5/1998.
“Standar HAM internasional itu mengikat secara hukum, sehingga harus tercermin dalam RUU KUHAP,” kata Mugiyanto.
10 Poin Masukan KemenHAM terhadap RUU KUHAP
Dalam rapat, KemenHAM menyampaikan 10 poin masukan utama, antara lain:
1. Penangkapan → Aturan masih terlalu umum. Perlu diperjelas bukti permulaan sahih, pencatatan rinci, dan keharusan membawa tersangka ke hakim dalam 48 jam.
2. Pra Peradilan → Terapkan prinsip least restrictive measures dengan opsi alternatif seperti wajib lapor dan jaminan.
3. Alasan Penahanan → Harus dirumuskan lebih spesifik, terukur, dan dapat diverifikasi.
4. Evaluasi Penahanan → Perlu evaluasi periodik, misalnya setiap 2 bulan, dengan kehadiran penasihat hukum.
5. Tempat Penahanan → Larangan menahan tersangka di kantor penyidik, wajib pemisahan tahanan praperadilan dan narapidana sesuai standar internasional.
6. Pemulihan Penahanan Sewenang-wenang → Harus ada aturan kompensasi bagi korban salah tangkap atau penahanan tanpa dasar.
7. Otoritas Penahanan → Hanya hakim independen yang berwenang memperpanjang masa penahanan.
8. Bantuan Hukum → Hak komunikasi privat dengan penasihat hukum sejak penangkapan harus dijamin.
9. Larangan Bukti Hasil Penyiksaan → Perlu aturan tegas exclusionary rule, menolak bukti hasil penyiksaan.
10. Penyadapan → Harus ada izin hakim, hanya untuk tindak pidana serius, jangka waktu terbatas, dan pemberitahuan pasca penyadapan.
Komitmen DPR
Komisi III DPR menegaskan akan menindaklanjuti masukan tersebut dalam pembahasan tingkat lanjut. Revisi KUHAP dinilai penting agar selaras dengan standar hukum dan HAM internasional serta mampu menjawab persoalan penegakan hukum di Indonesia.