SOALINDONESIA – JAKARTA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluruskan narasi yang beredar terkait uang sebesar Rp100 miliar dalam kasus dugaan korupsi kuota haji. Lembaga antirasuah itu menegaskan bahwa dana tersebut bukan berasal dari jemaah haji, melainkan hasil penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan kuota tambahan.
“Perlu ditegaskan, uang Rp100 miliar yang disita bukanlah dana jemaah. Dana itu merupakan bagian dari dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan kuota haji tambahan,” kata Juru Bicara KPK, dikutip Kamis (10/10/2025).
Berawal dari Kuota Tambahan
Kasus ini bermula dari pembagian kuota tambahan haji yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia. Berdasarkan temuan KPK, sebagian kuota tersebut tidak digunakan untuk jemaah reguler, melainkan dialihkan ke penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) melalui mekanisme diskresi.
KPK menduga terjadi praktik pemberian uang kepada oknum di Kementerian Agama agar calon jemaah haji khusus dapat berangkat tanpa antre. Akibatnya, sebagian kuota haji reguler berkurang dan dialihkan untuk haji khusus yang dikelola biro travel tertentu.
Bukan Dana Jemaah
KPK menegaskan bahwa uang Rp100 miliar yang disita merupakan bagian dari hasil penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi, bukan pengembalian dana jamaah. Dana itu disita sebagai barang bukti dan merupakan potensi kerugian negara yang timbul akibat penyalahgunaan kewenangan dalam pembagian kuota.
Dalam klarifikasinya, KPK menjelaskan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, kekayaan pihak lain yang dikuasai pemerintah untuk pelaksanaan tugas negara termasuk dalam ruang lingkup keuangan negara. Oleh karena itu, dana yang diperoleh secara tidak sah dari fasilitas negara dapat dikategorikan sebagai kerugian negara.
Penyelidikan Masih Berjalan
Hingga kini, KPK belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Namun, sejumlah pihak telah dipanggil untuk dimintai keterangan, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Lembaga antirasuah tersebut juga telah menelusuri aliran dana dari sejumlah PIHK kepada pihak tertentu di Kementerian Agama. Nilai kerugian negara dari kasus ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Pentingnya Pengawasan Kuota Haji
Kasus ini kembali menyoroti lemahnya pengawasan terhadap pengelolaan kuota haji, terutama dalam distribusi antara jemaah reguler dan haji khusus. KPK mengimbau agar pengawasan internal di Kementerian Agama diperkuat untuk mencegah praktik penyalahgunaan diskresi yang berpotensi merugikan negara dan masyarakat.