Menu

Mode Gelap

News · 16 Agu 2025 02:58 WITA

Mendagri Tito: Kenaikan PBB-P2 Harus Perhatikan Kondisi Sosial, Bisa Ditunda Jika Memberatkan


 Mendagri Tito: Kenaikan PBB-P2 Harus Perhatikan Kondisi Sosial, Bisa Ditunda Jika Memberatkan Perbesar

SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan bahwa kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) harus mempertimbangkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.

Ia mengingatkan, meski penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dilakukan setiap tiga tahun, kebijakan itu tidak boleh membebani rakyat.

“Penyesuaian NJOP mengikuti harga tanah di pasar. Kalau NJOP naik, otomatis PBB-P2 ikut naik. Tapi ada klausul penting: harus mempertimbangkan kondisi sosial, dan mengundang partisipasi masyarakat,” ujar Tito dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (15/8).

Tito menekankan, jika kenaikan pajak terbukti memberatkan, aturan tersebut bisa ditunda atau dibatalkan. “Kalau memberatkan, penyesuaian itu dapat ditunda atau dibatalkan,” tegasnya.

READ  Presiden Prabowo Dijadwalkan Resmikan PLTP Lumut Balai Unit II Akhir September 2025

Menanggapi polemik kenaikan PBB-P2 di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Tito memerintahkan setiap pemerintah daerah yang ingin menaikkan PBB-P2 untuk mengirimkan tembusan kebijakan ke Mendagri dan Dirjen Keuangan Daerah.

Hal ini agar Kemendagri dapat menilai kelayakan kebijakan tersebut. “Agar kami bisa melakukan review dan memberi masukan apakah itu memberatkan masyarakat atau tidak,” jelasnya.

Fenomena “Jalan Pintas Fiskal”

Managing Director Paramadina Public Policy Institute, Ahmad Khoirul Umam, menilai fenomena kenaikan PBB-P2 secara drastis di sejumlah daerah, termasuk Pati (Jawa Tengah) dan Bone (Sulawesi Selatan), menunjukkan kecenderungan “jalan pintas fiskal” di era desentralisasi.

READ  Tiga Jasad WNA Korban Helikopter Jatuh di Tanah Bumbu Berhasil Teridentifikasi Tim DVI Polda Kalsel

“Alih-alih mengoptimalkan potensi ekonomi lokal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kebijakan ini menunjukkan pola pikir dangkal dan pragmatis, yang dilatarbelakangi oleh tiga faktor utama,” ujarnya.

Umam menilai kebijakan semacam ini berpotensi memicu instabilitas politik dan keamanan di daerah.

Ia mendorong pemerintah pusat lebih aktif mengawasi dan membimbing daerah agar kebijakan fiskalnya inovatif, berkelanjutan, dan berpihak pada rakyat.

Artikel ini telah dibaca 12 kali

Baca Lainnya

Hari ke-6 Evakuasi Musala Ambruk di Ponpes Al Khoziny Sidoarjo: 20 Korban Tewas, 15 Belum Teridentifikasi

5 Oktober 2025 - 02:09 WITA

Paparan Radioaktif Cesium-137 di Cikande: Pemerintah Perketat Akses & Angkut Material Berbahaya

5 Oktober 2025 - 01:57 WITA

Komdigi Bekukan Sementara TDPSE TikTok, DPR Dorong Regulasi Khusus Media Sosial

5 Oktober 2025 - 01:46 WITA

Stok BBM SPBU Swasta Terancam Habis Akhir Tahun, Pemerintah Dorong Pembelian dari Pertamina

5 Oktober 2025 - 00:49 WITA

TNI Siapkan 200 Motor dan Doorprize Lainnya di HUT ke-80 di Monas, Gratis untuk Masyarakat

5 Oktober 2025 - 00:07 WITA

Mantan Dirut Asabri Adam Damiri Ajukan PK ke MA, Klaim Ada Bukti Baru

4 Oktober 2025 - 21:31 WITA

Trending di News