Menu

Mode Gelap

News · 16 Agu 2025 02:58 WITA

Mendagri Tito: Kenaikan PBB-P2 Harus Perhatikan Kondisi Sosial, Bisa Ditunda Jika Memberatkan


 Mendagri Tito: Kenaikan PBB-P2 Harus Perhatikan Kondisi Sosial, Bisa Ditunda Jika Memberatkan Perbesar

SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan bahwa kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) harus mempertimbangkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.

Ia mengingatkan, meski penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dilakukan setiap tiga tahun, kebijakan itu tidak boleh membebani rakyat.

“Penyesuaian NJOP mengikuti harga tanah di pasar. Kalau NJOP naik, otomatis PBB-P2 ikut naik. Tapi ada klausul penting: harus mempertimbangkan kondisi sosial, dan mengundang partisipasi masyarakat,” ujar Tito dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (15/8).

Tito menekankan, jika kenaikan pajak terbukti memberatkan, aturan tersebut bisa ditunda atau dibatalkan. “Kalau memberatkan, penyesuaian itu dapat ditunda atau dibatalkan,” tegasnya.

READ  Sambut HUT ke-80 RI, PT Jamkrindo Gelar Donor Darah, Target 200 Kantong untuk PMI

Menanggapi polemik kenaikan PBB-P2 di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Tito memerintahkan setiap pemerintah daerah yang ingin menaikkan PBB-P2 untuk mengirimkan tembusan kebijakan ke Mendagri dan Dirjen Keuangan Daerah.

Hal ini agar Kemendagri dapat menilai kelayakan kebijakan tersebut. “Agar kami bisa melakukan review dan memberi masukan apakah itu memberatkan masyarakat atau tidak,” jelasnya.

Fenomena “Jalan Pintas Fiskal”

Managing Director Paramadina Public Policy Institute, Ahmad Khoirul Umam, menilai fenomena kenaikan PBB-P2 secara drastis di sejumlah daerah, termasuk Pati (Jawa Tengah) dan Bone (Sulawesi Selatan), menunjukkan kecenderungan “jalan pintas fiskal” di era desentralisasi.

READ  Gempa Magnitudo 6,4 Guncang Sarmi, Papua, Tidak Berpotensi Tsunami

“Alih-alih mengoptimalkan potensi ekonomi lokal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kebijakan ini menunjukkan pola pikir dangkal dan pragmatis, yang dilatarbelakangi oleh tiga faktor utama,” ujarnya.

Umam menilai kebijakan semacam ini berpotensi memicu instabilitas politik dan keamanan di daerah.

Ia mendorong pemerintah pusat lebih aktif mengawasi dan membimbing daerah agar kebijakan fiskalnya inovatif, berkelanjutan, dan berpihak pada rakyat.

Artikel ini telah dibaca 5 kali

Baca Lainnya

Puan Maharani: Kritik Perlu Disampaikan Beretika demi Perbaikan Kebijakan

16 Agustus 2025 - 03:20 WITA

Sri Mulyani Ungkap Kenaikan Gaji PNS 2026 Masih Dipertimbangkan, Fokus APBN untuk 8 Program Prioritas Prabowo

16 Agustus 2025 - 03:06 WITA

Royalti Musik untuk Pesta Pernikahan, WAMI Kena Kritik DPR: “Kelewat Batas, Rawan Premanisme!”

16 Agustus 2025 - 02:52 WITA

Kontroversi Royalti Musik, Sejumlah Hotel dan Restoran di Bali Hentikan Pemutaran Lagu

16 Agustus 2025 - 02:30 WITA

Analisis: Anggaran IKN Turun Tajam, Target Rampung 2028 Tetap Dikejar

16 Agustus 2025 - 02:16 WITA

Jejak Kasus Korupsi Eks Menag Yaqut: Dari Pencegahan ke Luar Negeri hingga Penggeledahan Rumah

16 Agustus 2025 - 02:07 WITA

Trending di News