SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyoroti praktik favoritisme hingga mutasi guru yang dipicu kepentingan politik lokal. Hal ini ia sampaikan menanggapi kasus pencopotan Kepala SMPN 1 Prabumulih, Roni Ardiansyah, oleh Wali Kota Prabumulih Arlan, setelah Roni menegur anaknya.
“Kalau soal guru, kewenangan mengangkat dan menugaskan itu ada pada pemerintah daerah, bukan pada kementerian. Kementerian ini tugasnya lebih pada pembinaan guru. Karena itu, soal yang ada di Prabumulih sudah diselesaikan,” kata Mu’ti di Kantor Kemendikdasmen, Senayan, Jakarta, Minggu (21/9).
Meski begitu, Mu’ti mengingatkan agar kepala daerah tidak menjadikan perbedaan pandangan politik sebagai alasan memberhentikan guru. “Ini tidak boleh terjadi. Ketika ada guru yang tidak sehaluan dengan pemerintah daerah yang sedang berkuasa, mereka kemudian diberhentikan. Itu yang harus kita cegah,” ujarnya.
Dampak Dinamika Politik Lokal
Mu’ti menilai fenomena intervensi politik terhadap guru merupakan dampak dari dinamika pemilihan kepala daerah secara langsung. “Kami melihat sekarang ini ada gejala di mana profesi guru mulai banyak dipengaruhi dinamika politik lokal. Itu dampak dari pilkada langsung,” ucapnya.
Menurutnya, intervensi tersebut tidak selalu berbentuk intimidasi, tetapi lebih sering berupa favoritisme. “Guru yang dulu mendukung kepala daerah pemenang sering kali mendapat promosi jabatan tertentu. Sebaliknya, guru yang tidak sehaluan bisa dimutasi ke tempat jauh atau tidak mendapat promosi,” jelas Mu’ti.
Dorong Meritokrasi Lewat Manajemen Talenta Nasional
Untuk mencegah praktik diskriminasi terhadap guru, pemerintah tengah mendorong kebijakan manajemen talenta nasional dengan prinsip meritokrasi.
“Dengan meritokrasi, seseorang punya rasa percaya diri untuk berkarier sesuai prestasinya. Ini yang kita dorong, sehingga guru bisa ditempatkan sebagai pendidik profesional tanpa intervensi politik,” kata Mu’ti.
Kasus Prabumulih Jadi Sorotan
Kasus mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Roni Ardiansyah, sempat menuai polemik. Ia dicopot setelah menegur Aura, anak Wali Kota Prabumulih Arlan, yang hendak membawa mobil ke area sekolah. Roni kemudian dikembalikan ke posisinya setelah Itjen Kemendagri menyatakan pencopotannya melanggar aturan.
Roni sendiri mengaku menerima teguran tersebut sebagai bentuk binaan. “Saya hargai ini sebagai binaan dari kepala daerah kepada saya,” ujarnya di Kantor Itjen Kemendagri, Kamis (18/9).
Sementara itu, Wali Kota Arlan membantah telah mengeluarkan keputusan pencopotan. Ia mengklaim hanya memberi teguran lisan melalui Kadisdik.
“Saya hanya bilang, tolong ditegur Pak Roni, jangan sampai terulang lagi. Kalau terulang, baru saya copot. Jadi belum ada pencopotan,” katanya.
Kasus ini menambah perhatian publik terhadap pentingnya profesionalisme guru agar tidak terjebak dalam tarik-menarik kepentingan politik daerah.