SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menepis kritik Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini, yang menilai kebijakan pemindahan dana pemerintah Rp200 triliun ke perbankan berpotensi melanggar konstitusi. Purbaya menegaskan, tudingan tersebut keliru dan tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Menurut Purbaya, ia telah berkonsultasi dengan pakar hukum perundang-undangan Lambock V Nahattands terkait kebijakan tersebut. Hasilnya, Lambock memastikan pernyataan Didik tidak tepat.
“Pak Didik salah undang-undangnya. Saya tadi ditelepon Pak Lambock, ahli undang-undang kan. Dia bilang sama saya, Pak Didik salah,” kata Purbaya di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (16/9/2025).
Purbaya menekankan, kebijakan serupa pernah dijalankan pada 2008 dan 2021, tanpa menimbulkan masalah hukum. Ia menjelaskan, langkah tersebut bukan perubahan anggaran, melainkan sekadar pemindahan dana mengendap dari Bank Indonesia (BI) ke perbankan nasional.
“Enggak ada yang salah. Dulu pernah dijalankan, tahun 2008 bulan September, 2021 bulan Mei. Enggak ada masalah setiap hukum. Jadi Pak Didik harus belajar lagi kelihatannya,” ujarnya.
Dana Rp200 Triliun Diyakini Terserap ke Sektor Riil dalam Sebulan
Purbaya optimistis dana Rp200 triliun yang disalurkan ke lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) akan segera terserap ke sektor riil, maksimal dalam waktu sebulan. Ia merujuk pada pengalaman 2021, di mana penempatan dana pemerintah ke perbankan terbukti efektif mendorong pertumbuhan kredit dalam hitungan minggu.
“Kalau di Amerika, delay injeksi uang ke sistem bisa 14 bulan. Di sini biasanya empat bulan. Tapi pengalaman 2021, begitu kita inject ke sistem, setengah bulan sampai satu bulan sudah terlihat pembalikan arah kredit,” terang Purbaya.
Dana tersebut nantinya akan disalurkan melalui kredit kepada pelaku usaha, terutama sektor industri riil. Menurut Purbaya, kebijakan ini akan memperkuat likuiditas perbankan, menurunkan bunga pasar, dan mempercepat pemulihan ekonomi.
“Likuiditas di sistem perbankan juga akan bertambah signifikan. Ini multiplier dari injeksi uang dari kita ke sistem perekonomian, dan ingat, itu bukan dalam bentuk pinjaman,” jelasnya.
Tak Timbulkan Inflasi Berlebiha
Purbaya memastikan, kebijakan ini tidak akan memicu inflasi berlebihan. Ia menilai perekonomian saat ini justru membutuhkan dorongan likuiditas agar lebih bergairah.
“Adanya penempatan dana itu pasti akan diserap sistem dan belum akan menimbulkan inflasi sampai beberapa tahun ke depan, sampai pertumbuhan ekonomi kita di atas 6,5–6,6 persen,” tegasnya.
Kebijakan penempatan dana pemerintah ke perbankan sebelumnya juga pernah diterapkan dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada 2020–2022, yang terbukti efektif menopang sektor keuangan di tengah tekanan pandemi COVID-19.