SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan kebijakan pemerintah menempatkan Rp 200 triliun di bank-bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) akan memberi efek berganda terhadap perekonomian nasional.
Menurutnya, tambahan dana jumbo ini akan memaksa sistem perbankan bekerja lebih agresif menyalurkan kredit ke masyarakat dan dunia usaha.
“Kalau kita lihat dari pengalaman tahun 2021, waktu itu kredit masih lemah. Pemerintah tambah uang, dan kreditnya bisa tumbuh juga. Ini ibarat bahan bakar agar sistem perbankan lebih agresif,” ujar Purbaya di Kantor Pusat Dirjen Pajak, Selasa (16/9/2025).
Ia menjelaskan, masuknya dana besar akan menekan bunga simpanan, sehingga masyarakat lebih terdorong untuk berbelanja ketimbang menabung. Sementara di sisi lain, bunga kredit berpotensi turun sehingga perusahaan lebih berani mengajukan pinjaman.
“Artinya sisi demand dan supply akan tumbuh berbarengan,” tambahnya.
Purbaya menepis kekhawatiran bahwa kebijakan ini bakal langsung memicu inflasi. Ia menekankan, selama ekonomi masih lesu, injeksi dana akan terserap sistem keuangan. Inflasi baru akan muncul jika pertumbuhan ekonomi nasional menembus 6,5–6,7 persen.
“Sebagian orang bilang kalau uang di-inject ke sistem bisa menimbulkan inflasi. Itu mungkin kalau jangka panjang dan jumlah uangnya kebanyakan. Tapi sekarang kondisi ekonomi masih lesu, jadi pasti terserap sistem,” jelasnya.
OJK: Likuiditas Bank Himbara Menguat
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menambahkan, dana Rp 200 triliun tersebut langsung memperkuat likuiditas bank-bank Himbara.
Sebelum ada tambahan dana, rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (DPK) di sejumlah bank masih di bawah 20 persen. Kini, rasio itu meningkat melampaui ambang batas ideal.
“Dan memang 20 persen itu threshold yang baik untuk mengukur likuiditas suatu bank dalam AL terhadap DPK,” kata Mahendra.
Selain itu, injeksi dana juga membuat loan to deposit ratio (LDR) turun di bawah 90 persen, dari sebelumnya di atas 90 persen. Kondisi ini memberi ruang lebih besar bagi bank untuk menyalurkan pinjaman ke debitur.
“Dengan dana Rp 200 triliun, LDR mereka turun di bawah 90 persen sehingga ruang untuk menyalurkan kredit jadi lebih besar,” ujarnya.
Mahendra menegaskan, arah penyaluran kredit tetap akan fokus pada sektor-sektor prioritas pemerintah, dengan prinsip kehati-hatian dalam menganalisis risiko debitur. OJK, lanjutnya, akan melakukan evaluasi berkala untuk memastikan kebijakan ini berjalan efektif.
“Semua pelaksanaannya tetap dalam kaidah prudensial yang berlaku. OJK akan terus memantau agar fungsi intermediasi perbankan berjalan sesuai harapan,” tutup Mahendra.