SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa proyek kereta cepat Whoosh Jakarta–Bandung memiliki misi penting dalam menghidupkan perekonomian daerah di sekitar jalur dan stasiun pemberhentiannya. Hal itu disampaikan Purbaya usai menghadiri Sarasehan 100 Ekonom Indonesia, Selasa (28/10/2025).
Menurut Purbaya, pembangunan Whoosh tidak hanya berorientasi pada efisiensi transportasi, tetapi juga merupakan bagian dari strategi pengembangan wilayah atau regional development.
“Ada betulnya juga sedikit (pernyataan Jokowi), karena kan Whoosh sebetulnya ada misi regional development juga,” ujarnya kepada wartawan.
Pengembangan Ekonomi Sekitar Stasiun Whoosh
Saat ini, kereta cepat Whoosh memiliki empat stasiun pemberhentian utama, yakni Halim, Karawang, Padalarang, dan Tegalluar. Keempat titik tersebut, kata Purbaya, memiliki potensi besar untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Namun demikian, ia menilai pengembangan kawasan di sekitar stasiun masih perlu digencarkan agar manfaat ekonomi proyek ini dapat dirasakan lebih luas oleh masyarakat.
“Yang regionalnya belum dikembangkan mungkin di mana ada pemberhentian di sekitar jalur Whoosh supaya ekonomi sekitar itu tumbuh. Itu harus dikembangkan ke depan, jadi ada betulnya,” imbuhnya.
Purbaya menegaskan, keberadaan Whoosh seharusnya menjadi pemicu pertumbuhan sektor produktif seperti UMKM, pariwisata, dan properti di daerah-daerah sekitar jalur kereta cepat.
Whoosh Tidak Lagi Jadi Beban Fiskal Negara
Lebih lanjut, Purbaya memastikan bahwa proyek kereta cepat Whoosh tidak lagi menjadi beban fiskal negara. Menurutnya, pembiayaan dan pengelolaan kini sudah ditangani oleh Danantara Indonesia, entitas yang bertanggung jawab atas aspek keuangan proyek tersebut.
“Whoosh, kan kita enggak biayain kan? Sekarang enggak ada (risiko fiskal). Danantara yang bayar, kan harusnya begitu,” tegasnya.
Dengan demikian, kata Purbaya, APBN tidak lagi menanggung risiko langsung dari sisi utang proyek tersebut. Pemerintah kini fokus memastikan proyek berjalan efisien dan memberikan manfaat ekonomi nyata bagi masyarakat.
Jokowi: Transportasi Massal Beri Keuntungan Sosial
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa pembangunan moda transportasi massal seperti MRT, LRT, KRL, hingga Whoosh, tidak semata diukur dari sisi keuntungan finansial, melainkan dari keuntungan sosial (social return of investment).
“Transportasi massal bukan diukur dari laba, tapi dari keuntungan sosial — pengurangan emisi karbon, peningkatan produktivitas masyarakat, penurunan polusi, dan waktu tempuh yang lebih cepat,” ujar Jokowi di Solo, dikutip dari Antara, Senin (27/10).
Jokowi menilai kehadiran Whoosh telah memberikan dampak positif, terutama di kawasan Bandung dan sekitarnya. Peningkatan aktivitas pariwisata serta kenaikan nilai properti menjadi bukti efek ganda yang dihasilkan proyek tersebut.
“Di Bandung dengan adanya Whoosh juga bagus, pariwisata meningkat, nilai properti naik. Itu sebagai pembanding,” kata Jokowi.
Catat 12 Juta Penumpang, Prospek Cerah ke Depan
Sejak diresmikan, Whoosh mencatat kinerja yang menjanjikan dari sisi jumlah penumpang. Saat ini, kereta cepat tersebut mengangkut sekitar 19.000 penumpang per hari, dengan total lebih dari 12 juta penumpang sejak awal beroperasi.
“Makin banyak yang pakai maka kerugian makin kecil. Apalagi ini kan baru tahun-tahun pertama. Perkiraan akan turun lagi (kerugian) setelah enam tahun, tergantung perpindahan orang dari transportasi pribadi ke transportasi massal,” jelas Jokowi.
Dengan komitmen pemerintah untuk mengoptimalkan kawasan sekitar stasiun serta memastikan efisiensi pembiayaan, proyek Whoosh diharapkan menjadi simbol integrasi transportasi modern dan penggerak ekonomi daerah dalam visi pembangunan nasional era Prabowo–Gibran.











