SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty yang dilakukan berulang kali bukanlah langkah ideal. Menurutnya, program tersebut justru berpotensi melemahkan kepatuhan wajib pajak.
“Kalau dua tahun ada tax amnesty, itu akan memberi insentif kepada orang-orang untuk kibul-kibul. Mereka akan pikir, dua tahun lagi ada tax amnesty lagi. Jadi itu bukan sinyal yang bagus,” kata Purbaya dalam keterangannya, Sabtu (20/9/2025).
Meski demikian, Purbaya menyatakan tetap akan mempelajari usulan yang berkembang terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak. “Saya akan pelajari seperti apa proposalnya. Tapi sebagai ekonom, menurut saya sih tidak terlalu appropriate. Tidak terlalu pas lah,” ujarnya.
Fokus pada Penegakan Hukum Pajak
Lebih lanjut, Purbaya menekankan pentingnya pemerintah menjalankan tata kelola pajak yang sehat dengan penegakan hukum yang konsisten.
“Yang pas adalah jalankan program-program pajak yang betul, collect yang betul, kalau ada yang salah dihukum. Tapi jangan meres,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar penerimaan pajak digunakan untuk kepentingan publik. “Kalau sudah punya duit, ya dibelanjain,” imbuhnya.
RUU Tax Amnesty Masih Masuk Prolegnas 2025
Pernyataan Menkeu Purbaya ini muncul di tengah dinamika pembahasan RUU Pengampunan Pajak yang masih masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama Kemenkumham dan Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI pada 17–18 September lalu, disepakati penambahan 23 RUU baru dan penghapusan satu RUU. Total, Prolegnas kini mencakup 198 RUU ditambah 5 RUU kumulatif terbuka.
Untuk daftar prioritas 2025, Baleg memasukkan 12 RUU baru, termasuk mempertahankan RUU Pengampunan Pajak yang diusulkan DPR dan dikuatkan Komisi XI agar tetap masuk agenda pembahasan tahun depan.
Alternatif Kebijakan: Tarik Dana Dolar AS ke Dalam Negeri
Di sisi lain, Menkeu Purbaya tengah menyiapkan kebijakan lain yang dinilai lebih konstruktif, yakni insentif berbasis pasar untuk menarik dana dolar milik warga Indonesia yang tersimpan di luar negeri agar kembali ke tanah air.
“Ini tentang rencana bagaimana menarik uang-uang dolar yang orang suka taruh di luar supaya balik ke sini. Tapi, masih belum matang, masih kita matangkan lagi,” ujarnya usai bertemu Presiden Prabowo Subianto pada Jumat (19/9/2025).
Menurutnya, dengan menjaga aliran dana tetap di dalam negeri, cadangan devisa akan meningkat, suplai dolar perbankan bertambah, dan pembiayaan proyek strategis nasional—termasuk hilirisasi industri—dapat lebih terjamin dengan bunga kompetitif.
Purbaya menegaskan, detail insentif masih difinalisasi, namun ia optimistis skema ini dapat memperkuat stabilitas keuangan nasional sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.