SOALINDONESIA–JAKARTA Stok bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta diprediksi akan habis pada akhir tahun 2025, jika tidak ada kesepakatan untuk membeli base fuel dari PT Pertamina Patra Niaga.
Kondisi ini dikonfirmasi oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Laode Sulaeman, yang menegaskan bahwa pemerintah telah membuka opsi kolaborasi, namun masih menemui kebuntuan.
“Ya ini pilihan ya, maksudnya mau kosong sampai akhir tahun atau mau ada yang disepakati dengan Pertamina?” ujar Laode di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Sabtu (4/10/2025).
Kelangkaan Dimulai Sejak Agustus 2025
Sejak Agustus 2025, sejumlah SPBU milik badan usaha swasta seperti Shell, Vivo, dan BP-AKR dilaporkan mulai mengalami kekurangan pasokan BBM, terutama jenis bensin dengan Research Octane Number (RON) menengah hingga tinggi.
Sebagai solusi jangka pendek, pemerintah menawarkan opsi kepada swasta untuk membeli bahan bakar dasar (base fuel) yang diimpor oleh Pertamina. Namun, skema ini belum disepakati oleh para operator SPBU swasta.
“Kalau Pertamina itu enggak akan kehabisan. Stok ada, base fuel ada. Tapi sekarang tergantung pihak swasta mau beli atau tidak,” jelas Laode.
Penolakan Karena Kandungan Etanol
Salah satu alasan penolakan SPBU swasta untuk membeli base fuel dari Pertamina adalah kandungan etanol di dalam BBM tersebut.
Dua operator besar, Vivo dan BP-AKR, diketahui membatalkan rencana pembelian setelah mengetahui adanya campuran etanol dalam pasokan Pertamina. Kandungan etanol tersebut dianggap tidak sesuai dengan standar operasional mereka.
Pemerintah: Etanol Adalah Hal Umum dan Aman
Laode Sulaeman membantah anggapan bahwa BBM dengan etanol bermasalah. Ia menyebut penggunaan etanol dalam BBM adalah hal yang umum dan aman, bahkan diterapkan di banyak negara maju seperti Amerika Serikat dan Brasil.
“Kalau di Amerika aja, Shell juga sudah pakai etanol. Di sana bensinnya mengandung etanol, dan itu biasa. Bahkan negara-negara seperti Brasil pakai etanol sampai 20 persen lebih,” kata Laode.
Ia menegaskan bahwa pencampuran etanol adalah bagian dari kebijakan energi berkelanjutan dan tidak mengganggu kinerja mesin kendaraan.
“Penggunaan etanol adalah langkah menuju energi bersih. Kita perlu berpikir ke depan, bukan hanya soal sekarang saja,” ujarnya.
Pertamina Tetap Siap Suplai Pasar
Meski kesepakatan belum terjadi, Pertamina Patra Niaga memastikan bahwa stok BBM nasional tetap aman. Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, mengonfirmasi bahwa pihaknya tetap menyiapkan pasokan sesuai kebutuhan nasional.
“Kami tetap siapkan base fuel. Kalau swasta tidak jadi ambil, itu hak mereka. Tapi kami tidak akan biarkan pasar kosong,” tegasnya.
Dampak Potensial: Kelangkaan di SPBU Swasta
Jika penolakan dari pihak swasta terus berlanjut, maka kelangkaan BBM di SPBU non-Pertamina diperkirakan akan meluas, terutama di kota-kota besar yang selama ini mengandalkan keberadaan SPBU seperti Shell dan Vivo.
Pemerintah berharap adanya pembicaraan lanjutan untuk menyamakan persepsi mengenai kandungan etanol, serta membuka opsi kompromi agar kebutuhan energi nasional tetap tercukupi menjelang akhir tahun.
Dorongan untuk Kebijakan Energi Berkelanjutan
Laode menyampaikan bahwa penolakan terhadap etanol seharusnya tidak menjadi hambatan dalam mendorong transisi energi. Ia berharap masyarakat dan pelaku usaha bisa lebih terbuka terhadap energi alternatif yang ramah lingkungan.
“Ini momen untuk edukasi publik bahwa BBM berbasis etanol itu bukan masalah, melainkan bagian dari solusi global,” ujarnya.