SOALINDONESIA–JAKARTA Kasus ini bermula dari penyelidikan dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan proyek PLTU Kalbar 1 berkapasitas 2×50 Mega Watt (MW) yang berlokasi di Kecamatan Jungkat, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.
Polri telah menetapkan tiga tersangka utama, yakni Fahmi Mochtar, Halim Kalla, dan RR selaku Direktur PT BRN. Ketiganya diduga berperan dalam pemufakatan untuk memenangkan konsorsium tertentu dalam proses lelang proyek yang bernilai triliunan rupiah tersebut.
“Pada 3 Oktober lalu, kita tetapkan tiga tersangka melalui mekanisme gelar perkara. FM saat itu menjabat Direktur Utama PLN, sementara HK dan RR berasal dari pihak swasta,” ungkap Kepala Kortas Tipidkor Polri Irjen Cahyono, Senin (6/10/2025).
Cahyono menuturkan, sejak tahap perencanaan proyek, telah terjadi korespondensi dan kesepakatan tidak sehat antara pihak PLN dan perusahaan pelaksana untuk memenangkan KSO BRN.
“Sejak awal perencanaan sudah terjadi korespondensi untuk memenangkan pelaksanaan pekerjaan. Ini yang kami duga sebagai bentuk kolusi,” katanya.
Proyek Mangkrak Sejak 2008, Kerugian Negara Capai Rp323 Miliar
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), proyek PLTU Kalbar 1 mengalami kemacetan panjang sejak 2008 dan baru kembali ditinjau satu dekade kemudian. Akibatnya, negara mengalami kerugian keuangan sebesar USD 64.410.523 dan Rp323.199.898.518.
“Setelah kontrak ditandatangani, muncul berbagai pengaturan yang membuat proyek tidak berjalan hingga 2018. Output-nya gagal total, sehingga dapat dikategorikan sebagai total loss,” tegas Cahyono.
Proyek yang seharusnya menjadi bagian penting dari program ketenagalistrikan nasional itu hingga kini belum menghasilkan daya listrik yang sesuai target.
KSO BRN Diduga Tak Penuhi Syarat Lelang
Penyelidikan juga menemukan bahwa Konsorsium Kerja Sama Operasi (KSO) BRN yang memenangkan lelang pada 2018 tidak memenuhi persyaratan administrasi dan teknis.
Salah satu pelanggaran mencolok adalah ketidakmampuan menunjukkan pengalaman membangun PLTU berkapasitas minimal 25 MW, yang menjadi syarat mutlak dalam proses lelang.
“Akibat tidak memenuhi kualifikasi, pihak KSO BRN akhirnya melakukan subkontrak pekerjaan kepada perusahaan lain. Ini menjadi salah satu temuan utama kami,” ujar seorang penyidik Kortas Tipidkor.
Pasal yang Disangkakan
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jika terbukti bersalah, masing-masing tersangka terancam hukuman penjara seumur hidup atau pidana maksimal 20 tahun serta denda hingga Rp1 miliar.
Pemeriksaan Lanjutan dan Kemungkinan Tersangka Baru
Kortas Tipidkor menegaskan penyidikan belum berhenti pada tiga nama tersebut. Polisi membuka kemungkinan adanya penambahan tersangka baru dari pihak swasta maupun pejabat terkait yang diduga ikut menikmati hasil proyek bermasalah itu.
“Proses penyidikan masih terus berkembang. Tidak menutup kemungkinan ada pihak lain yang akan dimintai pertanggungjawaban,” kata Brigjen Totok.
Hingga kini, Polri masih menelusuri aliran dana dan kontrak kerja sama yang terlibat dalam proyek tersebut, termasuk hubungan antara PT BRN, PLN, dan perusahaan subkontraktor.











