SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Agama Nasaruddin Umar menyambut baik rencana kolaborasi strategis antara Kementerian Agama (Kemenag) dan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menyusun Produk Domestik Bruto (PDB) Satelit Syariah. Langkah ini dinilai sebagai terobosan penting untuk memetakan potensi ekonomi keumatan yang selama ini belum terhitung secara komprehensif dalam sistem statistik nasional.
Dalam audiensi bersama Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti di Jakarta, Kamis (9/10), Menag mengungkapkan bahwa potensi ekonomi umat sangat besar dan masih belum tergali secara maksimal. Program ini direncanakan mulai disurvei dan diimplementasikan pada tahun 2026.
“Potensi ekonomi keagamaan luar biasa besar. Dari ibadah rutin seperti kurban saja bisa mencapai Rp38 triliun, itu baru 50% masyarakat yang berkurban,” ujar Nasaruddin.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa potensi dari ibadah-ibadah kompensasi seperti fidyah, dam (denda ibadah), luqathah (barang temuan), aqiqah, iwad (uang perceraian), serta infaq dan wasiat, jika diakumulasikan, berpotensi menyentuh angka Rp500 triliun.
“Jika seluruh dana umat ini dapat diberdayakan secara optimal, total potensi ekonomi syariah di Indonesia bisa menembus Rp1.000 triliun,” tegasnya.
BPS: PDB Satelit Syariah Ukur Kontribusi Ekonomi Keagamaan
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa penyusunan PDB Satelit Syariah merupakan lanjutan dari inisiatif sebelumnya dalam bidang keuangan sosial Islam, termasuk kerja sama dengan Baznas dan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).
“PDB Satelit Syariah ini akan memberikan gambaran lebih akurat tentang kontribusi sektor keagamaan dan sosial Islam terhadap perekonomian nasional,” kata Amalia.
Amalia menegaskan, kolaborasi dengan Kemenag sangat penting, mengingat peran strategis kementerian tersebut dalam hal regulasi, pengumpulan data lapangan, dan sebagai lembaga keagamaan yang menyentuh akar rumput masyarakat.
Wakaf dan Zakat Jadi Pilar Ekonomi Syariah
Menag Nasaruddin juga menyoroti pentingnya wakaf sebagai aset ekonomi jangka panjang. Ia bahkan menyebut bahwa luas tanah wakaf di Indonesia bisa mencapai dua kali luas Singapura.
“Ini adalah sumber daya besar yang belum sepenuhnya dimanfaatkan. Jika dikelola dengan baik, bisa menjadi motor pembangunan nasional,” ujar Nasaruddin.
Ia juga mengusulkan agar zakat dijadikan kebijakan (polistik) yang terintegrasi dalam sistem fiskal nasional, seperti di Malaysia, di mana pembayaran zakat bisa menjadi pengurang pajak.
“Jika sistem itu diterapkan, 100% masyarakat yang wajib pajak juga akan termotivasi untuk membayar zakat. Potensinya bisa berlipat ganda dari Rp41 triliun yang tercatat saat ini,” jelasnya.
Melibatkan Semua Umat Beragama
Menag juga menegaskan bahwa potensi ekonomi keagamaan tidak hanya berasal dari umat Islam. Ia mengajak semua pihak untuk memetakan dana keagamaan lintas agama, seperti penebusan dosa umat Katolik, persembahan umat Kristen, dan bentuk lainnya, yang selama ini belum masuk dalam perhitungan ekonomi nasional.
“Ini baru dari umat Islam. Belum kita hitung dana keagamaan dari agama lain. Jika semuanya diorganisir, ini bisa menjadi sumber pembangunan besar yang berasal dari kekuatan umat,” ujarnya.
Kemenag Siap Jadi Penggerak Utama
Menutup pertemuan tersebut, Menag Nasaruddin menyampaikan komitmen bahwa Kemenag siap menjadi penggerak utama dalam penyusunan dan implementasi PDB Satelit Syariah. Ia berharap kolaborasi ini terus dilanjutkan secara intensif dan terukur.
“Kami siap menjadi koordinator utama. Melalui sinergi lintas lembaga, kita bisa bangun Indonesia dari dana umat untuk kemaslahatan bersama,” pungkasnya.
INFOGRAFIS: Potensi Ekonomi Keumatan
Kurban: Rp38 triliun
Fidyah: Rp2,5 triliun
Dana ibadah kompensasi lainnya: Rp500 triliun
Potensi total: > Rp1.000 triliun