SOALINDONESIA–JAKARTA Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menegaskan komitmen dan keseriusan Kementerian Agama (Kemenag) dalam mewujudkan pesantren ramah anak yang bebas dari segala bentuk kekerasan.
Ia memastikan, Kemenag telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan sebagai langkah konkret untuk melindungi para santri di lingkungan pesantren.
“Setiap lembaga pendidikan, baik sekolah, madrasah, maupun pesantren harus menjadi tempat yang ramah anak, zero kekerasan,” tegas Menag di Jakarta, Minggu (26/10/2025).
“Kita serius dengan pengembangan pesantren ramah anak. Untuk itu, kita bentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan,” sambungnya.
KMA 91 Tahun 2025: Peta Jalan Pesantren Ramah Anak
Komitmen tersebut diperkuat dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 91 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Program Pengembangan Pesantren Ramah Anak, yang ditandatangani Menag Nasaruddin Umar pada 30 Januari 2025.
Kehadiran regulasi ini memperkuat kebijakan pencegahan kekerasan di lembaga pendidikan keagamaan.
Sebelumnya, Kemenag telah menerbitkan:
PMA Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Kemenag,
KMA Nomor 83 Tahun 2023 tentang Pedoman Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Kemenag,
Kepdirjen Pendis Nomor 4836 Tahun 2022 tentang Panduan Pesantren Ramah Anak Tanpa Bullying dan Kekerasan, serta
Kepdirjen Pendis Nomor 1262 Tahun 2024 tentang Petunjuk Teknis Pengasuhan Ramah Anak di Pesantren.
“Seluruh regulasi ini menjadi panduan bersama ASN Kemenag dan seluruh pemangku kepentingan untuk mempercepat langkah nyata pencegahan dan penanganan kekerasan,” ujar Menag.
Temuan PPIM: Hanya 1,06% Pesantren Rentan Kekerasan Seksual
Menag juga menyoroti hasil riset Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dirilis pada 8 Juli 2025.
Dalam riset bertajuk “Menuju Pesantren Ramah Anak dan Menjaga Marwah Pesantren”, PPIM menemukan bahwa hanya 1,06% dari 43.000 pesantren yang tergolong memiliki kerentanan tinggi terhadap kekerasan seksual.
“Temuan ini menjadi perhatian serius bagi Kemenag. Kita akan fokus memperkuat pencegahan dan mengajak 98,9% pesantren lainnya untuk berbagi praktik baik dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan manusiawi,” tegas Nasaruddin.
Sinergi dengan KemenPPPA: Lindungi Hak dan Martabat Anak
Sebagai wujud kolaborasi lintas kementerian, Kemenag telah menjalin kesepakatan strategis dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) untuk memastikan anak-anak di pesantren memperoleh perlindungan dan hak-haknya secara penuh.
Menurut Menag, kerja sama ini mencakup tiga ranah utama:
1. Promosi hak-hak anak, termasuk hak terlindungi dari kekerasan.
2. Pencegahan kekerasan dengan memperbaiki pola pengasuhan, memperkuat nilai saling menghormati, serta menegakkan norma yang mendukung tumbuh kembang anak.
3. Penanganan korban kekerasan, baik fisik, psikis, maupun seksual, di semua satuan pendidikan.
“Ini komitmen kami. Langkah-langkah strategis sudah dirumuskan dalam peta jalan pengembangan pesantren ramah anak. Insya Allah langkah kita semakin efektif dan strategis,” tutur Menag.
Langkah Nyata: Satgas, Digitalisasi, dan Pendampingan Pesantren
Dirjen Pendidikan Islam Amien Suyitno menambahkan bahwa Kemenag telah menjalankan sejumlah langkah praktis, di antaranya:
1. Pilot Pendampingan Pesantren Ramah Anak
Melalui SK Dirjen Pendis Nomor 1541 Tahun 2025, Kemenag menetapkan 512 pesantren percontohan (piloting) dalam program pesantren ramah anak.
2. Digitalisasi Sistem Pelaporan Kekerasan
Kemenag meluncurkan Telepontren, layanan chat dan call center berbasis WhatsApp di nomor 0822-2666-1854 untuk menerima laporan kekerasan secara cepat, aman, dan anonim.
“Kami mendorong pesantren membuat sistem pelaporan online yang terhubung langsung ke Kemenag, KPAI, atau Komnas Perempuan,” jelas Suyitno.
Edukasi dan Kampanye Pesantren Ramah Anak
Staf Khusus Menag Bidang Kebijakan Publik, Media, dan Pengembangan SDM Ismail Cawidu menyebut, Kemenag juga menggelar Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) bertema Pesantren Ramah Anak, serta program sosialisasi “Masa Taaruf Santri (Mata Santri)” untuk menanamkan nilai anti-kekerasan sejak dini.
Selain itu, Kemenag bekerja sama dengan Lakpesdam PBNU mengadakan pelatihan penanganan kekerasan seksual di 17 pesantren di berbagai daerah, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Utara, dan DKI Jakarta.
“Saya melihat pihak pesantren benar-benar serius dalam masalah ini. Mereka terbuka berdiskusi dengan aktivis perempuan, ormas, LSM, dan kampus yang peduli terhadap isu perlindungan anak,” ujar Ismail Cawidu.
Tiga Fase Peta Jalan Pesantren Ramah Anak
Kemenag menetapkan tahapan peta jalan pengarusutamaan Pesantren Ramah Anak (PRA) sebagai berikut:
a. Fase Penguatan Dasar (2025–2026): sosialisasi kebijakan, pembentukan Satgas, dan peningkatan kapasitas SDM.
b. Fase Akselerasi (2027–2028): replikasi program PRA di lebih banyak pesantren serta penguatan dukungan lintas sektor.
c. Fase Kemandirian (2029): integrasi konsep PRA dalam sistem manajemen kelembagaan pesantren secara berkelanjutan.
Dengan berbagai langkah regulatif, kolaboratif, dan edukatif tersebut, Kementerian Agama optimistis bahwa visi besar pesantren sebagai tempat yang aman, ramah anak, dan bebas kekerasan dapat terwujud secara nyata di seluruh Indonesia.
“Pesantren harus menjadi rumah kedua bagi para santri — tempat yang menumbuhkan ilmu, akhlak, dan kasih sayang, bukan ketakutan. Itulah pesantren sejati yang kita cita-citakan,” pungkas Menag Nasaruddin Umar.











