SOALINDONESIA–JAKARTA Gelombang besar aksi buruh akan kembali menggema di sejumlah kota industri di Indonesia. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengumumkan bahwa massa buruh akan menggelar demonstrasi nasional pada 22 November 2025, sebagai bentuk penolakan terhadap rumus penghitungan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 yang dinilai merugikan pekerja.
Presiden KSPI Said Iqbal menegaskan bahwa aksi turun ke jalan akan dilakukan secara serentak dan diperkirakan diikuti ratusan ribu buruh. Di Jakarta, aksi kemungkinan digelar di Istana Negara atau Gedung DPR/MPR, meski lokasi pastinya masih dalam pembahasan.
“Aksi pertama tanggal 22 November, ratusan ribu buruh dari berbagai kota industri akan turun ke jalan. Kota-kota industri akan lumpuh karena buruh menolak pengumuman kenaikan upah minimum tanggal 21 November,” ujar Iqbal dalam konferensi pers virtual, Selasa (18/11/2025).
Ia tak menutup kemungkinan aksi berlanjut hingga 23 November 2025 jika tuntutan belum mendapat respons dari pemerintah.
Aksi Terbesar di Sejumlah Kota Industri
Selain Jakarta, aksi besar juga akan terpusat di berbagai kota yang menjadi basis industri nasional, seperti Bandung, Semarang, Serang, Surabaya, Batam, Banjarmasin, Samarinda, Aceh, Medan, Pekanbaru, Bengkulu, Makassar, Morowali, Manado, Kupang, Mataram atau Lombok, Ternate, Ambon, Mimika, dan Merauke.
KSPI memprediksi mobilisasi akan berlangsung masif mengingat kekecewaan buruh terkait formula UMP 2026 yang dianggap tidak berpihak pada kesejahteraan pekerja.
5 Juta Buruh Siap Ikut Mogok Nasional Desember 2025
Selain demonstrasi November, KSPI juga tengah mempersiapkan mogok nasional yang akan digelar pada pertengahan Desember 2025. Iqbal memperkirakan sekitar 5 juta buruh dari lebih dari 5.000 pabrik akan menghentikan produksi sebagai aksi menolak kebijakan upah.
“Lebih dari lima juta buruh, dari lebih dari 5.000 pabrik, akan melakukan stop produksi. Hari mogok sedang kami matangkan,” tegasnya.
Penolakan Rumus UMP 2026: Kenaikan Dinilai Terlalu Kecil
KSPI menilai rumus penghitungan UMP 2026 yang diterapkan pemerintah menghasilkan kenaikan yang sangat kecil, hanya Rp 80 ribu hingga Rp 100 ribu per bulan. Angka tersebut dianggap tidak sebanding dengan kebutuhan hidup dan daya beli buruh saat ini.
Iqbal menjelaskan, pemerintah menggunakan formula berdasarkan pertumbuhan ekonomi 5,12 persen, inflasi 2,67 persen, dan indeks tertentu 0,2–0,7. Nilai indeks inilah yang paling diprotes buruh karena dianggap membuat upah sulit naik signifikan.
“Kami menolak keras indeks tertentu yang hanya 0,2 sampai 0,7. Bagaimana daya beli buruh bisa meningkat kalau nilai kenaikannya kecil? Ini akan membuat upah makin murah,” tegasnya.
UMP 2026 Bisa Hanya Naik Rp 80 Ribu
Iqbal melakukan simulasi dengan rumus pemerintah dan mendapatkan angka kenaikan 3,75 persen. Jika diterapkan pada upah rata-rata sekitar Rp 3 juta, kenaikannya hanya sekitar Rp 100 ribu. Bahkan di sejumlah daerah, bisa lebih kecil.
“Contoh Jawa Barat, UMP-nya sekitar Rp 2,2 juta. Kalau dikalikan 3,75 persen, kenaikannya hanya Rp 80 ribu. Kok bisa negara memberikan kenaikan sekecil itu?” tuturnya.
KSPI menegaskan akan terus menggalang solidaritas buruh di seluruh Indonesia hingga pemerintah meninjau ulang formula penghitungan UMP yang dianggap tidak mencerminkan kebutuhan hidup para pekerja.











