SOALINDONESIA–JAKARTA Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Deddy Sitorus, merespons penetapan Peraturan Presiden (Perpres) yang menyebut Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai “ibu kota politik” mulai tahun 2028. Ia menilai istilah tersebut sebagai nomenklatur baru yang belum dikenal dalam kerangka hukum dan perundang-undangan.
“Kita lihat keseluruhan, kan ‘ibu kota politik’ artinya ibu kota setingkat legislatif, eksekutif, yudikatif. Apakah itu sama dengan ibu kota negara? Saya juga nggak ngerti,” ujar Deddy kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (24/9).
Menurutnya, Komisi II DPR perlu mendapatkan penjelasan lebih lanjut dari Presiden Prabowo Subianto atau pihak pemerintah mengenai maksud dari istilah tersebut.
“Kita perlu penjelasan lebih lanjut karena itu nomenklatur baru yang kita dengar. Saya tidak bisa berasumsi, kita tunggu penjelasan teknis dari pemerintah,” lanjutnya.
Ibu Kota Politik dan Pemisahan Kekuasaan Negara
Pernyataan Deddy ini muncul setelah sebelumnya Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi Otorita IKN, Prasetyo, menjelaskan bahwa istilah ibu kota politik mengacu pada rencana penyelesaian infrastruktur tiga pilar kekuasaan negara—eksekutif, legislatif, dan yudikatif—di IKN pada tahun 2028.
“Maksudnya adalah dalam 3 tahun ke depan, pas untuk tiga entitas politik—eksekutif, legislatif, yudikatif—bisa selesai. Itu maksudnya,” kata Prasetyo, Selasa (23/9).
Ia menegaskan bahwa meskipun disebut “ibu kota politik,” status IKN tetap sebagai ibu kota negara. Penamaan tersebut hanya menegaskan fungsi IKN sebagai pusat penyelenggaraan pemerintahan yang utuh berdasarkan prinsip trias politica.
“Kalau hanya eksekutif yang pindah, terus rapat sama siapa? Jadi tiga unsur itu harus hadir agar fungsi pemerintahan berjalan efektif,” jelasnya.
Perlu Kejelasan Istilah dalam Peraturan Resmi
Deddy Sitorus menekankan pentingnya kejelasan istilah dalam dokumen resmi negara agar tidak menimbulkan multitafsir di tengah publik dan pemangku kepentingan.
“Tidak ada istilah ‘ibu kota politik’ dalam undang-undang. Jadi harus dijelaskan apakah ini hanya istilah kerja, atau memang akan dimasukkan sebagai bagian dari struktur hukum,” tegasnya.
Seiring percepatan pembangunan IKN di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, pemerintah terus mendorong pemindahan bertahap fungsi pemerintahan pusat dari Jakarta ke ibu kota baru. Namun, wacana dan istilah baru seperti “ibu kota politik” perlu disertai dengan landasan hukum dan komunikasi yang jelas agar tidak menimbulkan kebingungan publik.