SOALINDONESIA–JAKARTA Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, menjawab sindiran Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menuding Pertamina “malas membangun kilang baru.” Simon menyatakan bahwa Pertamina akan segera mengoperasikan proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan dalam waktu dekat.
“Kalau kemarin kita sempat mendengar Pak Menteri Keuangan menyampaikan bahwa mungkin tidak banyak kilang yang dibangun, tentunya itu menjadi masukan berharga buat kami,” kata Simon di Jakarta, Selasa (7/10).
“Salah satu yang akan kita dorong dalam waktu dekat ini, mudah-mudahan di bulan November, tanggal 10 November adalah kita akan mulai onstream proyek RDMP Balikpapan … meningkatkan kapasitas pengolahan kilang,” ujarnya.
Detail Proyek dan Investasi
Proyek RDMP Balikpapan memiliki nilai investasi sebesar USD 7,4 miliar, terdiri dari USD 4,3 miliar ekuitas dan USD 3,1 miliar pinjaman (dengan dukungan ECA).
Diharapkan dapat meningkatkan kapasitas kilang dari 260.000 barel per hari menjadi 360.000 barel per hari.
Produk yang dihasilkan akan memiliki kualitas lebih tinggi, setara Euro V (kadar sulfur di bawah 10 ppm).
Dengan proyek ini, impor BBM diharapkan bisa ditekan, sementara kualitas dan nilai tambah produksi dalam negeri meningkat.
Simon juga menegaskan bahwa RDMP Balikpapan bukan sekadar proyek kapasitas, melainkan peningkatan kualitas produksi dan efisiensi sistem kilang agar lebih kompetitif dan mandiri.
“Tentunya dengan demikian, impor kita akan berkurang, produk yang dihasilkan akan lebih baik … produk yang dihasilkan nanti akan setara dengan Euro V …” jelasnya.
“Kita harus terus memperbaiki diri dan mengembangkan kilang supaya bisa mencapai produksi dengan performa terbaik,” tambahnya.
Latihan Politik Anggaran: Sindiran Menkeu & Tuntutan Kilang Baru
Sindiran Purbaya terhadap Pertamina muncul dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI, ketika Menkeu menyampaikan bahwa Indonesia terus merugi akibat impor BBM sementara realisasi pembangunan kilang belum terlihat.
“Sejak krisis sampai sekarang tidak ada kilang baru … Jadi nanti kalau Bapak dan Ibu (DPR) ketemu Danantara lagi, minta Pertamina bangun kilang baru,” kata Purbaya saat itu.
Ia juga mengungkit janji pertamina pada 2018 yang menyebut akan membangun tujuh kilang dalam lima tahun, namun hingga kini “belum ada satu pun” yang terealisasi.
Menanggapi kritik itu, Simon menyatakan bahwa peluncuran RDMP Balikpapan akan menjadi jawaban konkret terhadap tuntutan pembangunan kilang baru.
Status & Tantangan RDMP Balikpapan
Beberapa fakta penting terkait status proyek RDMP:
Per Agustus 2025, progres fisik proyek ini telah mencapai sekitar 96,15 % menurut laporan PT Kilang Pertamina Balikpapan.
Dalam laporan sebelumnya, kapasitas pengolahan diproyeksikan meningkat menjadi 360.000 barel/hari dari kapasitas awal 260.000 barel/hari.
Proyek ini juga diarahkan untuk menghasilkan produk dengan kualitas Euro V dan meningkatkan kompleksitas kilang (Nelson Complexity Index) agar mampu mengolah berbagai jenis minyak mentah ekonomis.
Meski optimisme tinggi, proyek sebesar ini menghadapi tantangan besar, seperti:
Koordinasi lintas internal kelompok Kilang, distribusi bahan bakar, dan integrasi operasional.
Tekanan untuk menjaga timeline agar tidak melewati kuartal IV 2025, sesuai target optimistis yang pernah diumumkan.
Isu finansial, risiko teknis, dan persyaratan lingkungan yang semakin ketat.
Implikasi bagi Ketahanan Energi dan Anggaran Negara
Jika berhasil dioperasikan sesuai target, RDMP Balikpapan dapat memberikan dampak signifikan:
Penurunan impor BBM, yang berarti pengurangan beban subsidi energi.
Peningkatan efisiensi rantai pasok hilir energi nasional.
Nilai tambah dari sisi produksi minyak dalam negeri dan kualitas produk yang lebih tinggi (Euro V).
Bukti nyata bahwa Pertamina merespons kritikan dan bertindak menghadirkan infrastruktur baru, bukan hanya retorika.
Penutup
Pernyataan Simon menandai titik balik dalam relasi antara Pertamina dan pemerintah—dari kritik terhadap “kemalasan membangun kilang baru” menuju belanja nyata pada RDMP Balikpapan. Jika peluncuran kilang berjalan lancar, maka kritik dapat berubah menjadi pujian. Namun kegagalan atau penundaan bisa memperburuk tekanan publik dan politik terhadap pertamina.
Publik dan pemangku kebijakan akan terus memantau apakah tanggal 10 November benar‑benar menjadi momen di mana kilang terbesar Indonesia itu mulai menghasilkan energi.