SOALINDONESIA–JAKARTA Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak agar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) segera direvisi.
Desakan ini ditujukan untuk memasukkan ketentuan mengenai perluasan cakupan jaminan sosial lintas batas, mengingat tantangan besar yang dihadapi pekerja migran di negara penempatan.
Ketua Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, menyampaikan langsung hal tersebut dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta. Menurut Maria, UU yang berlaku saat ini belum secara jelas dan menyeluruh mengatur hak-hak pekerja migran atas jaminan sosial berkelanjutan di luar negeri.
“Pekerja migran kerap menghadapi kendala akses layanan kesehatan dan pemulihan akibat kekerasan di negara penempatan. Karena itu, perluasan cakupan asuransi kesehatan harus menjadi prioritas utama,” tegas Maria.
Tantangan BPJS di Negara Penempatan
Maria menekankan bahwa layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) perlu diperluas agar berlaku lintas batas. Menurutnya, jaminan sosial yang berkelanjutan, termasuk pemulihan korban kekerasan berbasis gender, harus dijamin dengan pendekatan adil, inklusif, dan responsif gender.
Permasalahan utama yang diangkat adalah ketidakmampuan BPJS Kesehatan untuk berlaku di luar negeri. Banyak negara tidak mengakui layanan asuransi kesehatan domestik Indonesia, sehingga pekerja migran rentan menghadapi masalah kesehatan tanpa perlindungan memadai.
Wakil Ketua Baleg, Martin Manurung, mengakui tantangan tersebut. “Banyak negara yang tidak mengakui layanan seperti BPJS Kesehatan, yang menciptakan hambatan bagi pekerja,” ujarnya.
Senada, anggota Baleg Saleh Partaonan Daulay menegaskan bahwa skema BPJS saat ini belum efektif di luar negeri. “BPJS Kesehatan kita tidak berlaku di negara tujuan, sehingga perlu perbaikan dalam regulasi,” kata Saleh.
Upaya DPR Perkuat Perlindungan Migran
Baleg DPR menegaskan bahwa revisi UU P2MI bertujuan memperkuat perlindungan pekerja migran, khususnya terkait layanan kesehatan. Martin Manurung menyatakan pihaknya sedang mengumpulkan masukan dari berbagai pihak sebelum menyusun draf final revisi UU.
“Untuk saat ini, kami fokus mengumpulkan keluhan pekerja migran dan akan mendiskusikannya lebih lanjut dengan BPJS,” jelas Martin.
Saleh menambahkan bahwa perbaikan layanan kesehatan harus menjadi bagian dari revisi, agar pekerja migran memiliki akses perlindungan yang setara dengan pekerja di dalam negeri.
Baleg berharap amandemen UU P2MI menjadi momentum penting dalam memperkuat perlindungan negara terhadap warganya. “Negara harus hadir melindungi seluruh pekerja migran, baik di dalam maupun di luar negeri,” tegas Martin.