SOALINDONESIA—PAPUAPEGUNUNGAN—Di tengah sejuknya kabut yang turun menyelimuti lembah-lembah Papua Pegunungan, suasana politik di provinsi muda itu justru tengah memanas. Hubungan antara Gubernur Papua Pegunungan, John Tabo, dan wakilnya, Ones Pahabol, dikabarkan merenggang. Perselisihan yang bermula dari urusan internal pemerintahan kini mulai menyeruak ke ruang publik, menimbulkan riak di tengah masyarakat yang sedang menaruh harapan besar pada duet pemimpin pertama mereka.
Namun, di tengah gelombang opini dan silang pendapat itu, muncul satu suara yang menyeru pada keteduhan. Ia adalah Usman G. Wanimbo, mantan Bupati Tolikara dua periode sekaligus tokoh politik berpengaruh di Papua Pegunungan. Dengan nada teduh namun tegas, Usman mengingatkan bahwa segala persoalan pemerintahan seharusnya diselesaikan dalam rumahnya sendiri — yakni dalam lingkup birokrasi.
“Hal-hal yang menyangkut pemerintahan hendaknya diselesaikan di dalam pemerintahan juga,” ujarnya. “Jangan sampai kegaduhan ini membuat masyarakat kehilangan kepercayaan dan berpikir bahwa kedua pemimpin kita sudah tidak lagi sejalan.”
Menurut Usman, baik Gubernur maupun Wakil Gubernur memiliki rekam jejak panjang di dunia pemerintahan kabupaten. Pengalaman itu seharusnya menjadi bekal berharga dalam menghadapi perbedaan pandangan, bukan justru menjadi alasan untuk saling menjatuhkan di ruang publik.
Ia menambahkan, identitas orang Papua Pegunungan selalu dikenal dengan nilai saling rangkul dan mengayomi — karakter luhur yang diwariskan dari para leluhur dan menjadi fondasi kuat bagi kehidupan sosial masyarakat adat.
“Gambaran yang kita lihat saat ini bukanlah cerminan anak adat yang sedang membangun daerahnya,” kata Usman dengan nada prihatin.
Seruan untuk Menahan Diri
Dalam pandangan Usman, konflik di tingkat elit sangat mudah menjalar ke akar rumput, apalagi di era media sosial yang serba cepat. Ia menyerukan agar para pendukung kedua belah pihak berhenti saling menghujat di dunia maya dan mulai menumbuhkan kesadaran untuk membangun narasi damai.
“Orang-orang di sekitar Gubernur dan Wakil Gubernur seharusnya memberi edukasi yang membangun,” ujarnya. “Hentikan perdebatan yang tidak objektif. Saatnya kedua pimpinan duduk bersama dan meyakinkan rakyat bahwa mereka tetap solid dalam menakhodai provinsi ini.”
Usman meyakini bahwa konflik ini seharusnya menjadi momentum reflektif, bukan alasan untuk saling menyalahkan. Di matanya, sinergi pemerintahan hanya bisa tumbuh dari kolaborasi dan saling menghargai peran. Ada yang memimpin dengan kebijakan, dan ada yang mengawasi agar kebijakan itu tetap berada di jalur yang benar.
“Tidak ada yang lebih hebat satu sama lain,” tegasnya. “Keduanya harus berjalan beriringan demi masa depan Papua Pegunungan.”
Harapan di Tengah Badai
Papua Pegunungan adalah provinsi yang lahir dari semangat pembaruan dan desakan pemerataan pembangunan. Di tanah yang penuh harapan ini, masyarakat menaruh impian besar agar pemerintahannya bisa menjadi contoh bagi daerah lain — bukan justru menjadi panggung pertikaian.
Suara seperti yang disampaikan Usman G. Wanimbo menjadi pengingat bahwa politik tanpa nilai kekeluargaan hanya akan melahirkan luka, sementara kepemimpinan sejati justru tumbuh dari kemampuan untuk merangkul, bukan menyingkirkan.
Dan mungkin, di balik badai yang kini mengguncang, ada kesempatan bagi Papua Pegunungan untuk menemukan kembali jati dirinya — daerah yang dibangun dari semangat adat, persaudaraan, dan cinta pada tanah yang subur di bawah kaki gunung.











