SOALINDONESIA—YOGYAKARTA—Suasana penuh semangat kebangsaan mewarnai ruang pertemuan Hotel Jambuluwuk Malioboro, Yogyakarta, pada Sabtu (23/8). Anggota DPD RI, Bapak Arianto Kogoya, S.E, hadir sebagai narasumber utama dalam Sosialisasi 4 Pilar MPR RI, membawa pesan penting tentang bagaimana bangsa Indonesia harus terus merawat persatuan dalam keberagaman.
Dengan gaya bicara yang lugas sekaligus reflektif, Arianto mengingatkan bahwa semboyan Bhinneka Tunggal Ika tidak boleh berhenti hanya menjadi hiasan dalam lambang negara atau kutipan dalam buku pelajaran.
“Kebhinekaan kita bukan sekadar slogan. Ia adalah darah dan napas bangsa. Tantangan kita adalah bagaimana mengubah semboyan menjadi aksi nyata dalam kehidupan sehari-hari,” tegasnya di hadapan peserta yang memenuhi ruangan.
Menjaga Persatuan di Tengah Perbedaan
Dalam paparannya, Arianto menekankan bahwa persatuan bukan berarti meniadakan perbedaan, melainkan kemampuan untuk saling melengkapi. Ia menggambarkan persatuan bangsa dengan sebuah perumpamaan indah:
“Persatuan itu ibarat orkestra. Harmoni lahir bukan dari keseragaman, tetapi dari perbedaan nada yang dimainkan dengan kompak. Begitulah Indonesia, semakin beragam, semakin indah bila kita mampu berjalan bersama,” ungkapnya.
Pesan ini seketika menggetarkan suasana, mengingatkan para peserta bahwa kekuatan bangsa ini justru terletak pada keberagaman suku, agama, budaya, dan bahasa yang membentang dari Sabang hingga Merauke.
4 Pilar MPR RI: Fondasi Kehidupan Berbangsa
Arianto juga kembali menekankan pentingnya empat pilar kebangsaan yang menjadi fondasi bagi Indonesia:
- Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara
- UUD 1945 sebagai konstitusi negara
- NKRI sebagai bentuk negara
- Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan pemersatu bangsa
Keempat pilar ini, katanya, tidak hanya sekadar norma atau teks hukum, melainkan pedoman hidup yang harus ditanamkan dan diamalkan oleh setiap warga negara. “Selama kita berpegang teguh pada pilar-pilar ini, Indonesia akan tetap kokoh berdiri menghadapi segala tantangan zaman,” ujarnya.
Yogyakarta sebagai Saksi Persatuan
Dipilihnya Yogyakarta sebagai lokasi sosialisasi bukanlah kebetulan. Kota ini dikenal sebagai jantung kebudayaan, pusat perjuangan, sekaligus ruang perjumpaan lintas budaya.
Arianto menilai, semangat kebersamaan yang tumbuh di Yogyakarta dapat menjadi inspirasi nasional. “Dari kota ini, mari kita gaungkan pesan kebangsaan ke seluruh Indonesia: perbedaan bukan alasan untuk berpisah, melainkan alasan untuk semakin erat bersatu,” katanya.
Dari Refleksi Menuju Aksi Nyata
Acara sosialisasi tidak hanya berlangsung formal, tetapi juga menjadi ruang refleksi kolektif. Para peserta, mulai dari pemuda, akademisi, hingga tokoh masyarakat, diajak untuk menginternalisasi pesan kebangsaan dalam kehidupan sehari-hari.
Di akhir sesi, Arianto menutup dengan ajakan penuh makna:
“Bhinneka Tunggal Ika adalah janji luhur para pendiri bangsa. Mari kita buktikan janji itu dalam tindakan nyata, dari menghargai perbedaan di sekitar kita hingga menjaga Indonesia tetap berdiri tegak di mata dunia.”
Menyalakan Kembali Api Kebangsaan
Kegiatan Sosialisasi 4 Pilar MPR RI di Yogyakarta ini meninggalkan kesan mendalam. Peserta tidak hanya pulang dengan catatan materi, tetapi juga membawa pulang energi baru untuk menjaga persatuan.
Semangat itu kini kembali dihidupkan: bahwa Indonesia hanya akan kuat bila rakyatnya setia mengamalkan empat pilar kebangsaan – Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika – sebagai fondasi sekaligus cahaya penuntun menuju masa depan.