SOALINDONESIA–JAKARTA Wakil Panglima TNI, Jenderal TNI Tandyo Budi Revita, mengungkapkan bahwa kebijakan penurunan syarat tinggi badan dalam rekrutmen Tamtama dan Bintara Prajurit Karier (PK) TNI AD diambil karena kebutuhan besar akan personel untuk ditempatkan di Batalyon Teritorial Pembangunan (BTP). Ia menegaskan bahwa penyesuaian tersebut tidak bermakna menurunkan standar kualitas prajurit.
Pernyataan itu disampaikan Tandyo kepada wartawan di kantor Kementerian Pertahanan (Kemhan), Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).
“Sekarang kami lagi butuh banyak pasukan ya, banyak prajurit. [Persyaratan] usia [juga] kami tambahin,” ujar Tandyo.
“Jadi tinggi kami kurangi lima senti,” tambahnya.
Penyesuaian Persyaratan: Dari 163 cm ke 158 cm, Usia Maksimal Naik
Menurut Tandyo, perubahan syarat tinggi badan dilakukan sebagai upaya perluasan akses rekrutmen tanpa mengorbankan integritas dan kualitas seleksi. Ia menyebut aspek utama dalam memilih prajurit bukan semata fisik, melainkan “pemikiran” dan kemampuan mental.
“Persyaratannya kita kurangi tinggi badan lima senti,” ujarnya menegaskan.
Sebelumnya, TNI AD mengumumkan bahwa syarat tinggi badan calon Tamtama dan Bintara PK yang semula minimal 163 cm kini diturunkan menjadi 158 cm. Selain itu, batas usia maksimal yang awalnya 22 tahun kini diperluas menjadi 24 tahun.
Kebijakan ini diumumkan oleh Kadispenad Brigjen Wahyu Yudhayana, yang menyebut penyesuaian dilakukan agar kesempatan bergabung menjadi prajurit bisa lebih luas untuk putra-putri terbaik bangsa.
“TNI AD ingin membuka kesempatan yang lebih luas bagi putra-putri terbaik bangsa yang memiliki semangat dan kemampuan, namun selama ini terhalang oleh syarat administratif seperti tinggi badan atau batas usia.”
Fokus pada Sishankamrata dan Pelajaran dari Konflik Global
Tandyo menjelaskan bahwa penyesuaian tersebut sejalan dengan strategi pertahanan negara, khususnya penerapan sistem pertahanan semesta (sishankamrata), yang menuntut kesiapsiagaan tinggi dengan cakupan personel yang luas.
Ia menyebut bahwa konflik seperti perang Ukraina–Rusia mengajarkan bahwa dalam skenario perang berkepanjangan, dibutuhkan pasukan dalam jumlah besar, termasuk menggunakan kontraktor militer. Oleh karena itu, Indonesia harus mempersiapkan diri menghadapi ancaman kapan saja dengan kekuatan personel yang memadai.
“Kalau kami kan menganut sishankamrata ya, jadi bagaimana kami nanti menyiapkan perang berlarut itu kan butuh pasukan banyak. Kami belajar dari perang Ukraina dengan Rusia, kan lebih banyak tentara bayaran kan?” tegasnya.
“Jadi kami harus nyiapin, ancaman kan datang setiap saat. Sekarang kan enggak. Kapan-lah kita membahayakan negara lain berarti kan, jadi kita harus siap itu,” lanjut Tandyo.
Pernyataan Mendukung dari TNI AD
Sebelumnya, Kadispenad Brigjen Wahyu Yudhayana membenarkan bahwa TNI AD telah melakukan perubahan persyaratan seleksi dengan mempertimbangkan aspek kelayakan dan keadilan kesempatan. Menurutnya, perubahan itu secara terbuka diumumkan agar publik memahami konteks dan alasan kebijakan tersebut.
Implikasi dan Tantangan ke Depan
Penurunan syarat tinggi badan dan penyesuaian batas usia dipandang sebagai langkah strategis untuk memperkuat kapasitas personel dalam Batalyon Teritorial Pembangunan (BTP) dan mendukung sistem pertahanan seluruh rakyat. Namun, perubahan tersebut juga membawa beberapa tantangan:
1. Menjaga standar kualitas — Kejelian dalam seleksi mental, fisik, dan kecakapan teknis tetap krusial agar tidak terjadi degradasi kemampuan prajurit masa depan.
2. Penyesuaian pelatihan — Program pelatihan harus disesuaikan agar prajurit yang direkrut tetap mampu beradaptasi dan memenuhi tuntutan tugas berat.
3. Persepsi publik dan kredibilitas institusi — Kebijakan ini harus dijelaskan secara transparan agar tidak disalahartikan sebagai penurunan standar militer.