SOALINDONESIA–JAKARTA Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat estimasi jumlah pajak yang sengaja tidak dipungut oleh pemerintah pada tahun 2025 mencapai Rp 530,3 triliun. Nilai ini naik signifikan dibandingkan 2024 yang tercatat sebesar Rp 400,1 triliun.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menjelaskan, kebijakan ini bukan karena penurunan penerimaan, melainkan merupakan strategi fiskal pemerintah untuk menjaga perputaran uang di masyarakat dan mendukung sektor-sektor prioritas nasional.
“Setiap tahun kita coba estimasi ini. Ini sudah mulai diestimasi dari tahun 2016. Rp 530 triliun ini meningkat terus,” kata Suahasil dalam acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran yang digelar oleh Metro TV di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Kamis (16/10).
Pajak Tak Dipungut Setara 2,23 Persen dari PDB
Menurut Suahasil, jika dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB), angka pajak yang sengaja tidak dipungut tersebut mencapai 2,23 persen. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan agar uang tetap berputar di masyarakat untuk mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
“Supaya tidak terjebak dengan angka nominal triliun, kita hitung terhadap PDB. Sekitar 2 persen penerimaan pajak sengaja tidak kita kumpulkan supaya uangnya terus berputar di tengah masyarakat,” ujarnya.
Tren Kenaikan Sejak 2021
Kemenkeu mencatat tren kenaikan pajak yang tidak dipungut pemerintah terus meningkat setiap tahun:
2021: Rp 293 triliun (1,73% terhadap PDB)
2022: Rp 328,5 triliun (1,68% terhadap PDB)
2023: Rp 360 triliun (1,72% terhadap PDB)
2024: Rp 400,1 triliun (1,81% terhadap PDB)
2025 (estimasi): Rp 530,3 triliun (2,23% terhadap PDB)
2026 (estimasi): Rp 563,6 triliun (2,19% terhadap PDB)
Kenaikan signifikan di 2025 disebut sejalan dengan kebijakan fiskal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, yang memperluas insentif dan pembebasan pajak di sejumlah sektor strategis untuk menjaga daya beli masyarakat dan memperkuat iklim investasi.
Pendidikan, Kesehatan, dan Listrik Masih Bebas Pajak
Suahasil menyebutkan sejumlah contoh pajak yang sengaja tidak dipungut oleh pemerintah, di antaranya:
PPN di sektor pendidikan dan kesehatan,
Listrik di bawah 6.600 VA,
Pembebasan bea masuk,
Tax holiday, tax allowance, dan
Berbagai insentif perpajakan lainnya.
“PPN yang sifatnya final, PPh yang sifatnya final, itu semua bentuk fasilitas perpajakan yang kita maksudkan supaya uangnya tetap berputar di perekonomian,” jelasnya.
Sektor Manufaktur Paling Banyak Dapat Pembebasan Pajak
Dari sisi sektoral, manufaktur menjadi penerima pembebasan pajak terbesar dengan total mencapai Rp 137,2 triliun. Disusul oleh sektor-sektor lainnya sebagai berikut:
Pertanian: Rp 60,5 triliun
Perdagangan: Rp 55,3 triliun
Jasa lainnya: Rp 53,5 triliun
Keuangan dan asuransi: Rp 52,1 triliun
Transportasi dan pergudangan: Rp 39,7 triliun
Jasa pendidikan: Rp 25,3 triliun
Konstruksi: Rp 22,1 triliun
Jaminan sosial (Jamsos): Rp 21,6 triliun
Strategi Jaga Momentum Ekonomi
Suahasil menekankan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari strategi menjaga momentum ekonomi nasional di tengah kondisi global yang masih penuh ketidakpastian. Pemerintah berkomitmen agar kebijakan pajak tidak hanya menjadi instrumen penerimaan negara, tetapi juga alat penggerak ekonomi rakyat dan sektor produktif.
“Kita sengaja tidak menarik semua potensi pajak agar ekonomi di bawah tetap bergerak. Ini salah satu cara fiskal membantu menjaga daya beli dan menciptakan lapangan kerja,” pungkasnya.











