SOALINDONESIA–JAKARTA Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa penetapan Nadiem Anwar Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook tidak mensyaratkan adanya aliran dana ke dirinya. Hal itu disampaikan dalam sidang lanjutan praperadilan yang diajukan mantan Mendikbudristek tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/10).
“Bahwa ada atau tidaknya aliran dana kepada Pemohon yaitu Nadiem Anwar Makarim bukanlah syarat untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi,” ujar jaksa Kejagung di hadapan hakim tunggal.
Menurut jaksa, pembuktian soal apakah Nadiem memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi merupakan ranah materiil perkara dan akan dibuktikan dalam persidangan pokok di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sementara praperadilan hanya memeriksa aspek formil dari proses penetapan tersangka.
“Dalil-dalil tersebut telah masuk ke dalam materi pokok perkara. Maka sepatutnya dibuktikan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor,” kata jaksa menambahkan.
Laporan BPK dan Bukti Awal
Jaksa juga menanggapi argumen tim kuasa hukum Nadiem yang menyebut penetapan tersangka tidak sah karena tidak disertai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Bahwa sampai saat ini, tidak ada satu pun peraturan yang mewajibkan LHP BPK atau BPKP sebagai syarat penetapan tersangka,” ucap jaksa.
Kejagung mengklaim telah mengantongi setidaknya empat alat bukti, termasuk dua alat bukti utama yang cukup untuk menetapkan Nadiem sebagai tersangka.
Mens Rea dan Unsur Kerugian Negara
Terkait niat jahat atau mens rea, jaksa menyebut bahwa hal itu juga merupakan materi pokok perkara. Unsur kerugian negara pun, menurut jaksa, telah dipenuhi melalui deklarasi kerugian keuangan dari BPKP.
“Adanya mens rea serta perhitungan kerugian negara tidak termasuk dalam ruang lingkup praperadilan. Hal tersebut akan dibuktikan dalam persidangan pokok,” tegas jaksa.
Jaksa pun meminta hakim untuk menolak seluruh permohonan praperadilan Nadiem dan menyatakan permohonannya tidak beralasan secara hukum.
Dalil Pihak Nadiem: Penetapan Tersangka Cacat Hukum
Dalam sidang sebelumnya, tim penasihat hukum Nadiem menyampaikan bahwa penetapan status tersangka dan penahanan terhadap kliennya tidak sah secara hukum. Mereka menilai Kejagung belum memiliki bukti permulaan yang cukup.
Selain itu, tim kuasa hukum juga menyebut bahwa Nadiem belum pernah diperiksa sebagai calon tersangka saat ditahan pada Kamis (4/9). Penetapan tersangka dan penahanan disebut dilakukan secara bersamaan dengan penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik), tanpa didahului Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Penasihat hukum juga mempersoalkan perbedaan keterangan pekerjaan Nadiem dalam dokumen resmi. Dalam surat penetapan tersangka, Kejagung menyebut Nadiem sebagai “karyawan swasta (Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI periode 2019–2024)”. Sementara di KTP, tertulis “anggota kabinet kementerian”.
Menurut tim hukum, hal ini menunjukkan adanya cacat formil dalam proses penetapan tersangka.
Latar Belakang Kasus
Nadiem Makarim dijerat Kejagung sebagai tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang bersumber dari anggaran Kemendikbudristek. Kasus ini diduga menyebabkan kerugian negara yang masih dalam proses perhitungan.
Sidang praperadilan akan kembali dilanjutkan dalam waktu dekat untuk mendengarkan putusan hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.