SOALINDONESIA–JAKARTA Direktorat Siber Polda Metro Jaya berhasil mengungkap jaringan penipuan online (online scamming) bermodus investasi saham dan aset kripto dengan total kerugian korban mencapai Rp 3,05 miliar. Dalam pengungkapan kasus ini, polisi menangkap tiga orang pelaku di wilayah Kalimantan Barat, tepatnya di Pontianak dan Singkawang.
Kasubdit III Direktorat Siber Polda Metro Jaya AKBP Rafles Langgak Putra menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari iklan investasi yang disebarkan melalui media sosial. Dari iklan tersebut, korban diarahkan untuk bergabung ke grup WhatsApp yang diklaim sebagai forum pelatihan dan edukasi investasi.
“Di dalam grup WhatsApp itu korban mendapatkan coaching tentang cara membaca naik-turunnya saham maupun aset digital. Di sana juga ada pelaku yang mengaku sebagai seorang profesor dari Amerika Serikat,” ujar Rafles saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jumat (31/10).
Korban Dijebak Lewat Aplikasi Kripto Fiktif
Menurut Rafles, korban berinisial TMAP awalnya tertarik mengikuti pelatihan trading yang diiklankan di Instagram. Dari sana, korban diarahkan untuk bergabung dengan sebuah aplikasi kripto bernama MLPRU, yang diklaim memiliki sertifikasi resmi dari Securities and Exchange Commission (SEC) Amerika Serikat.
Dalam prosesnya, korban dibimbing oleh dua pelaku lain yang mengaku sebagai Prof. Hengky dan asistennya Natalia Putri. Tergiur dengan janji keuntungan tinggi, korban akhirnya mentransfer dana secara bertahap hingga total mencapai Rp 3,05 miliar ke enam rekening berbeda.
Namun saat mencoba menarik dana, pelaku mulai berdalih dengan berbagai alasan hingga akhirnya korban menyadari telah menjadi korban penipuan online.
“Korban percaya dan mentransfer dana ke rekening perusahaan bernama PT Global Organic Farm dan PT Jongo Karya Abadi. Setelah ditelusuri, kedua perusahaan itu ternyata fiktif,” jelas Rafles.
Jaringan Terhubung ke Sindikat Luar Negeri
Kasus ini kemudian dikembangkan oleh penyidik Subdit III Siber. Berdasarkan hasil penyelidikan, ketiga pelaku ditangkap pada 14 dan 17 Oktober 2025 di dua lokasi di Kalimantan Barat.
“Mereka berhubungan langsung dengan sindikat luar negeri yang beroperasi dari Malaysia dan mengatur pengiriman dokumen serta pembukaan rekening untuk digunakan dalam aktivitas kejahatan,” ungkap Kasubdit Siber AKBP Fajrul.
Saat ini, penyidik masih menelusuri pelaku utama yang berada di luar negeri dan akan berkoordinasi dengan Divhubinter Mabes Polri serta Interpol.
Tiga Tersangka dan Perannya
Ketiga pelaku yang telah ditangkap masing-masing berinisial RJ, LBK alias A, dan NRA alias M. Mereka berperan sebagai pencari nominee, yakni orang-orang yang bersedia meminjamkan identitasnya untuk membuka rekening atau mendirikan perusahaan fiktif.
Berikut peran masing-masing tersangka:
RJ
Mencari nominee untuk membuka rekening dan perusahaan.
Menyerahkan perangkat seperti HP, SIM card, dan buku rekening kepada kurir jaringan Malaysia.
Mendapat upah sekitar Rp 100 juta.
LBK alias A
Membantu membuka rekening dan menyerahkan dokumen ke jaringan luar negeri.
Diberi bayaran sekitar Rp 120 juta.
NRA alias M
Membuat perusahaan fiktif dan menyediakan rekening untuk verifikasi transaksi.
Mendapat imbalan sekitar Rp 150 juta.
Selain itu, polisi menemukan sedikitnya 15 perusahaan fiktif yang digunakan untuk menampung dana hasil penipuan, di antaranya PT Jongo Karya Abadi, PT Global Organic Farm, PT Sentosa Jaya Makmur, dan PT Neo Orient Group.
Barang Bukti dan Pasal yang Dikenakan
Dalam pengungkapan ini, penyidik menyita sejumlah barang bukti berupa puluhan kartu ATM, kartu identitas, ponsel, serta dokumen perusahaan fiktif yang digunakan untuk menipu korban.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Brigjen Pol Ade Ary Syam mengatakan, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yaitu:
Pasal 45A ayat 1 jo Pasal 28 ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 1 Tahun 2024;
Pasal 378 KUHP tentang Penipuan;
Pasal 81 dan 82 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana;
Pasal 104 jo Pasal 90 UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penguatan Sektor Keuangan; serta
Pasal 3, 4, dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp 5 miliar,” tegas Rafles.
Polisi Imbau Masyarakat Waspada
Polisi mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap tawaran investasi yang menjanjikan keuntungan besar tanpa risiko. Setiap calon investor diminta memeriksa legalitas perusahaan melalui situs resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Bappebti.
“Jangan mudah tergiur dengan iming-iming profit cepat. Pastikan platform investasi itu memiliki izin resmi dan bisa diverifikasi,” pungkas Rafles.











